KANGGO SING SENENG PEWAYANGAN

Sanghyang Sita / Jeng Nabi Syis
Di Salin sing BLOGe batur
Sejarah Pewayangan sing Awit Bongkot...

Kisah Nabi Adam dan Sis

Di dalam Taman Surga lahir seorang manusia yang diberi nama Adam. Ketika Tuhan memilihnya sebagai kalifah, para malaikat yang dipimpin Ajajil mengajukan keberatan karena umat manusia dinilai hanya berbuat kerusakan saja. Maka, Tuhan pun mengajari Adam berbagai macam ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengalahkan kepandaian para malaikat.

Di hadapan para malaikat, Tuhan menguji kepandaian Adam. Para malaikat akhirnya mengakui keunggulan Adam. Tuhan kemudian memerintahkan semua malaikat untuk bersujud menghormat kepadanya. Para malaikat serentak bersujud melaksanakan perintah Tuhan, kecuali pemimpin mereka yang bernama Ajajil.

Malaikat Ajajil menolak bersujud kepada Adam karena baginya hanya Tuhan semata, satu-satunya yang pantas disembah. Meskipun mengajukan berbagai alasan, tetap saja Ajajil dianggap sebagai pembangkang. Ajajil kemudian dikeluarkan dari Taman Surga dan dijuluki sebagai Sang Iblis.

Nabi Adam kemudian menikah dengan seorang wanita anugerah Tuhan bernama Hawa. Keduanya diizinkan menikmati segala macam isi Taman Surga kecuali buah dari suatu pohon larangan.

Sementara itu Ajajil Sang Iblis datang menyusup ke dalam Taman Surga dengan menyamar sebagai seekor ular. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Adam bukan sosok sempurna dan bisa dikalahkan olehnya. Dengan kepandaiannya berbicara, ular samaran Ajajil berhasil menghasut Adam dan Hawa sehingga keduanya memakan buah pohon larangan. Mengetahui hal itu, Tuhan pun menghukum pasangan tersebut keluar dari Taman Surga.

Adam kemudian membangun tempat tinggal di daerah Asia Barat Daya bernama Kerajaan Kusniyamalebari. Setelah memimpin selama 129 tahun, barulah Adam dan Hawa memiliki keturunan. Setiap kali melahirkan mereka mendapatkan putra dan putri sekaligus. Putra yang tampan lahir bersama putri yang cantik, sedangkan putra yang buruk rupa lahir bersama putri yang buruk pula.

Setelah lahir lima pasangan, Adam dan Hawa berniat menikahkan putra dan putrinya itu. Adam memutuskan untuk menikahkan putra yang tampan dengan putri yang jelek dan sebaliknya. Sementara itu, Hawa mengusulkan agar putra yang tampan dinikahkan dengan putri yang cantik, sedangkan putra yang jelek dengan putri yang jelek sesuai pasangan kelahiran masing-masing.

Adam dan Hawa sama-sama saling mempertahankan pendapat. Keduanya sepakat mengeluarkan rahsya untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak Tuhan, rahsya milik Adam tercipta menjadi bayi namun hanya berwujud ragangan, sementara rahsya milik Hawa tetap berwujud darah. Menyaksikan hal itu Hawa pasrah terhadap keputusan Adam.

Beberapa waktu kemudian, cahaya nubuwah Adam keluar dari dahinya dan berpindah pada tubuh ragangan bayi tersebut. Akibatnya, ragangan bayi tersebut pun hidup menjadi bayi normal. Tuhan memberi petunjuk supaya bayi tersebut diberi nama Sis, di mana kelak ia akan menurunkan para pemimpin dunia. Adam sangat bersyukur dan membawa bayi Sis pulang.

Sepeninggal Adam, cupu yang tadinya digunakan sebagai wadah rahsya terhempas oleh angin kencang sehingga jatuh di dekat Samudera Hijau. Cupu tersebut ditemukan oleh Malaikat Ajajil dan disimpannya sebagai pusaka, diberi nama Cupumanik Astagina.

Beberapa tahun kemudian Sis tumbuh menjadi manusia istimewa yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki lima pasang kakak, Sis juga memiliki 35 pasang adik dan seorang adik perempuan yang lahir tanpa pasangan bernama, Siti Hunun.

Pada suatu hari Nabi Adam mengutus Sis untuk mengambil buah di Taman Surga. Sis berhasil memasuki tempat tersebut dan mendapatkan buah yang diinginkan Adam. Selain itu, Sis juga mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa seorang bidadari bernama Dewi Mulat.

Sis kemudian menikah dengan Mulat. Keduanya hidup berumah tangga di negeri Kusniyamalebari.

Sanghyang Nur Cahya
Kisah Sanghyang Nurcahya

Ajajil – pemimpin para malaikat yang terusir dari Taman Surga dan kini dijuluki sebagai Sang Iblis – pada suatu hari mendengar ramalan bahwa putra Nabi Adam yang bernama Sayid Sis kelak akan menurunkan para pemimpin dunia. Maka, Ajajil pun berdoa memohon kepada Tuhan supaya bisa menyatukan keturunannya dengan keturunan Sis. Doa tersebut dikabulkan. Ajajil kemudian mendapatkan seorang anak perempuan yang diberi nama Dewi Dlajah.

Malaikat Ajajil kemudian membawa Dlajah – yang wajahnya telah diserupakan dengan Mulat – untuk disusupkan ke negeri Kusniyamalebari. Sementara itu Mulat yang asli disembunyikan oleh Ajajil. Setelah mengandung benih Sis, barulah Dlajah diambil oleh Ajajil, dan Mulat yang asli dikembalikan.

Beberapa waktu kemudian, bersamaan dengan terbitnya matahari, Mulat melahirkan dua orang anak Sis. Yang satu berwujud bayi normal, sedangkan yang satunya berwujud cahaya. Di lain tempat pada saat matahari terbenam, Dlajah juga melahirkan putra Sis namun berwujud darah yang berkilauan. Diam-diam Ajajil membawa “cucunya” itu untuk dipersatukan dengan putra Mulat yang berwujud cahaya. Terciptalah seorang bayi laki-laki yang tubuhnya memancarkan cahaya tapi tidak bisa diraba. Nabi Adam kemudian memberikan nama kepada kedua cucunya tersebut. Bayi yang bertubuh normal diberi nama Anwas, sedangkan yang memancarkan cahaya diberi nama Anwar.

Sayid Anwas tumbuh menjadi seorang pemuda yang gemar belajar ilmu agama, sedangkan Sayid Anwar gemar menjalani tapa brata. Anwar pernah menjalani tapa yang sangat berat di dalam Hutan Ambalah. Di sana ia bertemu seorang pendeta tua yang sebenarnya samaran Ajajil. Kepada pendeta itu ia mendapatkan berbagai macam ilmu kesaktian. Anwar kemudian kembali ke Kusniyamalebari. Melihat gelagatnya, Nabi Adam meramalkan kelak cucunya itu akan keluar dari syariat agama yang ia ajarkan.

Beberapa waktu kemudian Nabi Adam meninggal dunia pada usia 990 tahun. Anwar merasa heran karena kakeknya itu seorang nabi tapi mengapa masih tetap saja tidak luput dari kematian. Ia pun pergi berkelana untuk mencari cara agar dapat hidup abadi.

Anwar kemudian dijemput oleh Malaikat Ajajil – kakeknya – untuk diajak ke Tanah Lulmat untuk meraih cita-citanya itu. Tanah Lulmat sendiri terletak di daerah Kutub Utara. Setelah bertapa cukup berat, Anwar mendapatkan Tirtamarta Kamandalu, suatu air kehidupan yang berasal dari lautan rahmat, yang terpancar dari mustika awan. Setelah mandi air tersebut, Anwar pun menjadi makhluk abadi. Malaikat Ajajil memberikan cupu pusaka bernama Astagina sebagai wadah air tersebut untuk diberikan kepada anak cucu Anwar. Cupu tersebut semula adalah pusaka Nabi Adam.

Dalam perjalanan pulang Anwar menemukan pohon ajaib bernama Rewan yang akarnya bisa digunakan untuk menghidupkan orang mati di luar takdir. Anwar mengambil akar pohon tersebut sebagai pusaka yang diberinya nama Lata Mahosadi. Setelah berpisah dengan Ajajil yang kembali ke alamnya, Anwar tiba-tiba menderita linglung. Ia kehilangan jalan pulang menuju Kusniyamalebari sehingga berkelana tak tentu arah sampai ratusan tahun lamanya.

Selanjutnya Anwar berguru kepada dua malaikat bernama Harut dan Marut yang mengajarinya ilmu tentang bahasa segala jenis makhluk, baik yang nyata maupun gaib. Anwar kemudian bertanya kepada gurunya di mana letak surga dan neraka. Kedua malaikat itu berbohong bahwa surga dan neraka terletak di hulu sungai Nil.

Tanpa rasa curiga Anwar berjalan menyusuri sungai Nil dan di sebuah lembah ia bertemu putra-putri Nabi Adam yang berumur panjang bernama Lata dan Ujya. Kepada paman dan bibinya itu ia belajar ilmu melihat masa depan.

Anwar kemudian melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampai ke mata air sumber sungai Nil yang terletak di lereng sebuah gunung. Di sana terdengar suara Malaikat Ajajil memanggilnya untuk naik ke puncak. Ajajil yang menyamar sebagai kakek tua mengaku utusan Tuhan untuk menyerahkan permata Retnadumilah kepada Anwar. Dengan memasuki permata itu, Anwar dapat menyaksikan keindahan surga dan kengerian neraka.

Karena sifatnya yang tulus dan yakin, Anwar berhasil meraih cita-cita meskipun semula dibohongi oleh Harut dan Marut. Atas petunjuk Ajajil, selanjutnya Anwar berkelana ke arah timur dan sampai di Pulau Dewa. Pulau ini merupakan gabungan dua buah pulau bernama Lakdewa dan Maldewa. Di sana ia bertapa menghadap matahari pada siangnya, dan berendam di dalam air pada malamnya. Setelah tujuh tahun, Anwar berganti raga menjadi makhluk halus. Ia dipuja dan disembah oleh bangsa jin dan siluman di sekitar tempatnya bertapa.

Anwar kemudian menjadi dewa pertama yang bergelar Sanghyang Nurcahya. Ia membangun sebuah kahyangan indah yang melayang di atas puncak gunung tempat dirinya bertapa.

Pada suatu hari raja jin Pulau Dewa yang bernama Prabu Nurradi datang untuk menantang Sanghyang Nurcahya karena merasa tersaingi. Setelah bertarung adu kesaktian, Nurradi akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan seluruh kekuasaannya kepada Nurcahya. Putrinya yang bernama Dewi Nurrini juga diserahkan sebagai istri Nurcahya. Dari perkawinan itu lahir seorang putra berbadan halus, diberi nama Sanghyang Nurrasa.

Sanghyang Nurcahya menuliskan kisah hidupnya dalam kitab pusaka Pustakadarya yang tidak berwujud namun bisa berbunyi bila dipikirkan saja. Bersama dengan pusaka-pusaka yang lain (Tirtamarta Kamandanu, Lata Mahosadi, Cupu Astagina, dan Retnadumilah), kitab tersebut diwariskan kepada Nurrasa setelah putranya itu dewasa. Selanjutnya, Nurcahya pun bersatu ke dalam diri Nurrasa.




Kemunculan Sanghyang Wenang
Sanghyang Wenang
 

Setelah cukup lama berkuasa, Sanghyang Nurrasa menikah dengan Dewi Sarwati putri Prabu Rawangin raja jin Pulau Darma. Dari perkawinan itu mula-mula lahir dua orang putra tanpa wujud. Masing-masing hanya terdengar suaranya saja. Terdengar keduanya berebut siapa yang lebih tua.

Sanghyang Nurrasa kemudian mengheningkan cipta, masuk ke alam gaib. Dengan ketekunannya ia bisa melihat wujud kedua putranya itu. Yang bersuara besar berada di depan, dan yang bersuara kecil berada di belakang. Keduanya bisa terlihat setelah disiram dengan Tirtamarta Kamandalu. Nurrasa akhirnya menetapkan, bahwa yang di belakang lebih tua daripada yang di depan.

Putra bersuara kecil yang ada di belakang itu diberi nama Sanghyang Darmajaka, sementara putra bersuara besar yang ada di depan diberi nama Sanghyang Wenang. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 2900 Matahari, atau tahun 2989 Bulan.

Beberapa tahun kemudian, Dewi Sarwati melahirkan seorang putra lagi, kali ini berwujud jin. Putra ketiga tersebut diberi nama Sanghyang Taya.

Setelah ketiga putranya dewasa, Sanghyang Nurrasa mewariskan semua ilmu kesaktiannya kepada mereka. Di antara ketiganya, Sanghyang Wenang paling berbakat sehingga terpilih sebagai ahli waris Kahyangan Pulau Dewa. Sanghyang Nurrasa kemudian turun takhta dan menyatu ke dalam diri Sanghyang Wenang.

Sama seperti kakeknya, Sanghyang Wenang juga gemar bertapa dan olah rasa. Segala macam tempat keramat ia datangi. Segala macam jenis tapa ia jalankan. Ia kemudian membangun istana melayang di atas Gunung Tunggal, sebuah gunung tertinggi di Pulau Dewa. Setelah 300 tahun bertakhta, ia akhirnya dipertuhankan oleh seluruh jin di pulau tersebut.

Pada saat itu hidup seorang raja bangsa manusia bernama Prabu Hari dari kerajaan Keling di Jambudwipa. Ia marah mendengar ulah Sanghyang Wenang yang mengaku Tuhan tersebut. Tanpa membawa pasukan ia datang menggempur Kahyangan Pulau Dewa seorang diri. Perang adu kesaktian pun terjadi. Dalam pertempuran itu Prabu Hari akhirnya mengakui keunggulan Sanghyang Wenang.

Prabu Hari kemudian mempersembahkan putrinya yang bernama Dewi Sahoti sebagai istri Sanghyang Wenang. Dari perkawinan itu lahir seorang putra berwujud akyan, yang diliputi cahaya merah, kuning, hitam, dan putih. Setelah dimandikan dengan Tirtamarta Kamandalu, keempat cahaya dalam tubuh bayi itu bersatu. Bayi tersebut kemudian menjadi sosok berbadan rohani yang memancarkan cahaya gemerlapan. Putra pertama Sanghyang Wenang itu diberi nama Sanghyang Tunggal. Peristiwa ini terjadi pada tahun 3500 Matahari.

Beberapa waktu kemudian Dewi Sahoti melahirkan bayi kembar dampit, laki-laki-perempuan, yang keduanya juga berwujud akyan, dengan diliputi cahaya gemerlapan. Keduanya kemudian dimandikan dengan Tirtamarta Kamandalu dan diberi nama oleh sang ayah. Yang laki-laki diberi nama Sanghyang Hening, sementara yang perempuan diberi nama Dewi Suyati.

Sementara itu kakak Sanghyang Wenang, yaitu Sanghyang Darmajaka juga sudah menikah. Istrinya bernama Dewi Sikandi, putri Prabu Sikanda dari Kerajaan Selakandi. Kerajaan ini terletak di Tanah Srilangka.

Dari perkawinan tersebut Sanghyang Darmajaka mendapatkan lima orang anak, yaitu Dewi Darmani, Sanghyang Darmana, Sanghyang Triyarta, Sanghyang Caturkanaka, dan Sanghyang Pancaresi.

Sanghyang Darmajaka kemudian berbesan dengan Sanghyang Wenang, yaitu melalui pernikahan Dewi Darmani dan Sanghyang Tunggal. Sanghyang Tunggal sendiri kemudian menjadi raja Keling, menggantikan sang kakek, Prabu Hari.


Anggepen bae Sejarah Pewayangan mau kuh pinangka nambah wawasan kula kabeh ning bidang budaya , pengambilane mbuh sing kitab apa....
tentang kebenaran kisah ? ya mbuh ...
lamun ana sing due kisah sing lengkap berikut referensi tulung pai weruh, kula...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar