Kisah kasih perjalanan yang penuh cinta nan suci dan abadi terpatri dalam kehidupan Habibie dan Ainun. Dua insan ini telah memberikan panutan kepada semua orang tentang dahsyatnya kekuatan cinta. Cinta mereka terus bermekar kapan dan dimanapun hingga akhir hayat.
Mantan Presiden RI yang ke-3 ini bersyukur telah “manunggal” dengan sang istri, Ibu Ainun Habibie semenjak 12 Mei 1962. Pasangan Ilmuan dan dokter ini menjalani kehidupan rumah tangga dalam keseimbangan imtaq dan iptek. Hal itulah menjadi suatu modal dasar sehingga mereka dapat hidup dalam suka dan duka karena Allah Swt selamanya.
Cinta dan kasih Habibie Ainun yang terukir selama 48 tahun telah memberikan inspirasi yang begitu dalam kepada rakyat Indonesia. Mereka hidup dalam saling mencintai tidak terpisahkan. Dimana Habibie berpijak, ada Ainun yang setia dengan senyum mendampingi, begitupun sebaliknya. Hingga pada akhirnya Ibu Ainun sakit keras. Habibie tidak pernah sekalipun meninggalkan istrinya. Habibie begitu setia dan tabah menemani sembari berdoa untuk kebaikan pujaan hatinya tersebut.
Ada satu petikan kisah yang teramat mengharukan. Ibu Ainun di tengah sakit kerasnya pun yang ketika itu dirawat diLudwig Maximilian University (LMU) – Muenchen masih mengkhawatirkan suaminya. Ibu Ainun memang memiliki karakter yang lebih peduli dengan orang lain terutama suaminya bila dibandingkan dengan dirinya sendiri. Berikut kutipan sebagaimana yang diceritakan Habibie berikut ini.
Pada suatu hari, baru sekitar pukul 12.00 diperbolehkan masuk ke ICCU kamar Ainun. Saya dua jam terlambat, walaupun sejak pukul 09.30 sudah menunggu di kamar tunggu ICCU. Hal itu terjadi karena keadaan darurat akibat pelaksanaan operasi yang tidak direncanakan sebelumnya, maka semua pengunjung belum diperbolehkan masuk ke ICCU. Baru sekitar pukul 12.00 saya masuk. Ketika masuk, Ainun sedang menangis.
Saya langsung bertanya: “Ainun mengapa nangis? Sakit?”
Ainun menggelengkan kepala. Lalu mata saya mengarah ke alat-alat elektronik dan segala peralatan yang dipasang di tubuh Ainun dengan sekitar 50 alat transfusi dan infusi sambil mengucapkan:
“Takut sama peralatan ini?” Ainun menggelengkan kepalanya lagi. “Saya mengerti sekarang. Kamu mengira telah terjadi sesuatu pada saya?”
Baru Ainun mengangguk kepalanya. Walaupun pada waktu itu Ainun dalam keadaannya sadar. Ainun hanya bisa mengangguk dan menggelengkan kepala karena di mulutnya dipasang alat pernafasan. Saya amat terharu karena dalam kaadaan saat dan dirawat secara intensif tersebut, Ainun masih saja memikirkan kesehatan saya.
Bahkan tim dokter yang menangani langsung operasi Ainun pun memberikan apresiasi tinggi atas kesetiaan Habibie Ainun. Berikut kutipannya.
“Profesor Habibie kami semua selama 2 bulan ini banyak belajar. Kami sudah sangat berpengalaman melihat bagaimana orang bereaksi dan berperilaku. Namun pertama kalinya kami melihat perjuangan Anda suami isteri mengatasi semuanya dalam suasana cinta yang murni dan sejati. Kami semua banyak belajar dalam dua bulan ini. Terima kasih Prof. Habibie. Semoga Tuhan YME selalu melindungi dan menyertai Anda berdua”.
Begitulah luar biasanya kekuatan cinta tersebut. Apa yang dialami Habibie dan Ainun lebih dari sekadar romantisme pasangan cinta kasih di dunia ini. Cinta Habibie dan Ainun adalah karunia Allah Swt yang telah memberikan kekaguman kepada siapa saja yang hidup dalam cinta. Kini Ainun telah meninggalkan kita semua. Habibie mengatakan, “Ainun pindah ke alam dan dimensi baru”. Semoga amal yang telah diperbuat selama hidup diterima Allah Swt dan kepada Pak Habibie dan keluarga diberikan kekuatan, yakni kekuatan cinta yang abadi dan murni.