PROJECT BLUE BEAM (NEW WORLD CONSPIRACY)

"Proyek Sang Dajjal / Anti Christ Menuju Tatanan Dunia Baru"



TINJAUAN

Project Blue Beam adalah proyek rahasia yang melibatkan NASA dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Terdiri dari sebuah rencana yang melibatkan empat langkah untuk menciptakan sandiwara-buatan mengenai "Kedatangan Kedua Yesus/Isa A.S ke bumi" (second coming of Jesus/ Isa A.S) untuk mendirikan sebuah "satu agama dunia" yang dikendalikan oleh Tata Dunia Baru. Pertama kali dilaporkan ke publik pada tahun 1994 oleh Serge Monast, seorang wartawan Canada.

Serge Monast dan teman wartawannya, keduanya meneliti Project Blue Beam, meninggal karena "serangan jantung" dalam selang beberapa minggu satu sama lainnya, meskipun keduanya tidak memiliki catatan memiliki penyakit jantung. Saat itu Serge sedang berada di Kanada. Wartawan Kanada temannya sedang berkunjung ke Irlandia.Sebelum kematiannya, pemerintah Kanada menculik putri Serge dalam upaya untuk mencegahnya untuk terus melakukan penelitian Project Blue Beam. Putrinya tidak pernah kembali.Keyword: serge monast ada dalam Wikipedia perancis (http://fr.wikipedia.org/wiki/Serge_Monast), tp tak ada dalam bahasa inggris (dihapuskah?)SEJARAH

Project Blue Beam diyakini merupakan kelanjutan dari eksperimen seperti Philadelphia dan Montauk, yang dikerjakan oleh militer Amerika Serikat di tahun 1940-an.

Blue Beam tampaknya berbasis di kompleks dengan keamanan yang tinggi yaitu di Area 51, Nevada, Amerika Serikat. Proyek ini diduga telah melakukan eksperimen berkali-kali di daerah terpencil dengan membuat gambar holografik Yesus Kristus dan UFO.

THE FOUR STEP (4 LANGKAH)

By: Serge Monast

Langkah pertama dalam NASA Project Blue Beam menyangkut pendoktrinan [re-evaluasi] dari semua pengetahuan arkeologi. Ini berhubungan dengan set-up, dengan menciptakan gempa bumi buatan di lokasi tempat tertentu di planet ini, yang konon penemuan-penemuan baru ini akhirnya akan menjelaskan kepada semua orang tentang kesalahan yang mendasar dari semua doktrin agama. Pemalsuan informasi ini akan digunakan untuk menjadikan semua bangsa percaya bahwa doktrin agama mereka telah disalahpahami dan disalahtafsirkan selama berabad-abad.

Persiapan psikologis untuk langkah pertama telah dilaksanakan dengan membuat film-film seperti, '2001: A Space Odyssey; 'Serial Star-Trek, dan' Independence Day; 'yg mana semua film itu berhubungan dengan invasi Alien dari luar angkasa dan bersatunya semua bangsa di dunia untuk mengusir penyerbu (Alien). Film yang terakhir, 'Jurrassic Park,' berkaitan dengan teori evolusi, dan film ini mengklaim bahwa kata-kata Tuhan adalah kebohongan.

Hoaxed "Discoveries ' (Penemuan' Hoax)

Apa yang penting untuk dipahami pada langkah pertama adalah bahwa akan terjadi gempa bumi di berbagai belahan dunia di mana ilmu pengetahuan dan ajaran arkeologi telah menunjukkan bahwa misteri misterius telah dikuburkan. Dengan jenis gempa bumi seperti itu, maka akan memungkinkan bagi para ilmuwan untuk menemukan misteri yang akan digunakan untuk mendiskreditkan semua doktrin agama yang mendasar. Ini adalah rencana persiapan yang pertama untuk menghancurkan kemanusiaan, karena apa yang mereka ingin lakukan adalah menghancurkan keyakinan semua orang Kristen dan Muslim di planet ini. Untuk melakukan itu, mereka memerlukan beberapa 'bukti' palsu dari jauh masa lalu yang akan memPersiapan psikologis untuk langkah pertama telah dilaksanakan dengan membuat film-film seperti, '2001: A Space Odyssey; 'Serial Star-Trek, dan' Independence Day; 'yg mana semua film itu berhubungan dengan invasi Alien dari luar angkasa dan bersatunya semua bangsa di dunia untuk mengusir penyerbu (Alien). Film yang terakhir, 'Jurrassic Park,' berkaitan dengan teori evolusi, dan film ini mengklaim bahwa kata-kata Tuhan adalah kebohongan.

Hoaxed "Discoveries ' (Penemuan' Hoax)

Apa yang penting untuk dipahami pada langkah pertama adalah bahwa akan terjadi gempa bumi di berbagai belahan dunia di mana ilmu pengetahuan dan ajaran arkeologi telah menunjukkan bahwa misteri misterius telah dikuburkan. Dengan jenis gempa bumi seperti itu, maka akan memungkinkan bagi para ilmuwan untuk menemukan misteri yang akan digunakan untuk mendiskreditkan semua doktrin agama yang mendasar. Ini adalah rencana persiapan yang pertama untuk menghancurkan kemanusiaan, karena apa yang mereka ingin lakukan adalah menghancurkan keyakinan semua orang Kristen dan Muslim di planet ini. Untuk melakukan itu, mereka memerlukan beberapa 'bukti' palsu dari jauh masa lalu yang akan membuktikan kepada semua bangsa bahwa agama mereka semuanya telah disalahartikan dan disalahpahami.









- Menciptakan Gempa bumi buatan (dengan HAARP:http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2556130, http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2044620)- Karena akibat gempa tersebut, maka ilmuan mereka menemukan suatu penemuan di bidang arkeologi (padahal penemuan tersebut HOAX - buatan mereka sendiri)- Penemuan tersebut akan digunakan untuk mendiskreditkan semua doktrin agama yang mendasar (Teori evolusi vs Teori penciptaan ???)Langkah kedua dalam NASA Project Blue Beam adalah membuat 'pertunjukan angkasa' raksasa dengan hologram tiga dimensi dan suara optik, memproyeksikan gambar-gambar laser holografik ke berbagai belahan dunia, masing-masing menerima gambar yang berbeda menurut daerah keyakinan agama mereka. Suara Tuhan baru ini akan dapat berbicara dalam semua bahasa.



Untuk memahami itu, kita harus mempelajari berbagai penelitian rahasia yang dilakukan dalam 25 tahun terakhir. Orang Sovyet telah menyempurnakan komputer mutakhir, berdasarkan studi tentang anatomi dan elektromekanis komposisi tubuh manusia, dan studi tentang listrik, kimia dan sifat biologis otak manusia. Komputer ini diberikan data-data tentang bahasa-bahasa dari semua budaya manusia dan maknanya. Dialek dari semua budaya telah dimasukkan ke dalam komputer dari transmisi satelit. Selain itu tampaknya agen NWO (tatanan dunia baru) di Sovyet - telah mengembangkan metode bunuh diri untuk diterapkan pada masyarakat dengan cara mengalokasikan gelombang elektronik untuk setiap orang dan setiap masyarakat dan budaya untuk merangsang pikiran untuk bunuh diri jika orang-orang itu tidak mau mematuhi perintah-perintah dari tatanan dunia baru.Dari mana 'pertunjukan angkasa' berasal? , pertunjukan angkasa yaitu gambar holografik akan digunakan dalam simulasi akhir di mana semua bangsa akan ditampilkan adegan-adegan yang akan menjadi pemenuhan dari nubuat-nubuat (Turunnya Nabi Isa/ Yesus ke bumi).



Ini akan diproyeksikan dari satelit ke lapisan natrium sekitar 60 kilometer di atas bumi. Kami pernah melihat tes simulasi ini dalam satu waktu, tetapi mereka disebut penampakan UFO dan "piring terbang" oleh orang awam.



Hasil dari peristiwa yang dipentaskan dengan sengaja ini adalah untuk menunjukkan kepada dunia akan kedatangan 'christ,' mesias baru (yang sesungguhnya adalah anti christ/ Dajjal), untuk segera mengimplementasikan agama dunia baru (new age religion). Beberapa kebenaran akan disisipkan ke dalam doktrin mereka, sehingga seluruh dunia akan percaya pada kebohongan mereka. "Bahkan yang paling terpelajar sekalipun akan tertipu."Langkah ketiga berkaitan dengan komunikasi dua arah telepati elektronik gelombang ELF (Extremely low frequency), VLF (Very low frequency), dan LF (Low frequency) akan mencapai orang-orang di bumi melalui bagian dalam otak mereka, membuat setiap orang percaya bahwa Allah sendiri yang berbicara kepada-Nya dari dalam jiwanya sendiri.



Langkah keempat melibatkan manifestasi supranatural universal menggunakan sarana elektronik. Gelombang (frekuensi) yang digunakan pada waktu itu akan memungkinkan kekuatan gaib untuk mengalir melalui kabel serat optik, kabel koaksial, listrik dan saluran telepon untuk menembus semua peralatan elektronik dan peralatan yang pada saat itu memiliki microchip khusus yang telah diinstal.Tujuan dari langkah ini berkaitan dengan perwujudan dari setan, hantu, dan jin di seluruh dunia dalam rangka untuk membuat seluruh populasi ke tepi gelombang bunuh diri, membunuh dan mengalami gangguan psikologis permanen.

Setelah malam seribu bintang itu, akhirnya manusia diyakini telah siap untuk menerima adanya "mesiah baru" untuk membangun kembali perdamaian di bumi ini walaupun dengan harga melepaskan kebebasan.

Bagi yang merasa heran apa hubungannya antara dajjal dengan project bluebeam?Project bluebeam adalas salah satu agenda untuk pembentukan New World Order. Dimana pelaksana agenda ini adalah orang-orang yang menyembah IBLIS/ LUCIFER...Dan Iblis mempersiapkan rencananya dengan baik untuk menyesatkan manusia, yaitu dengan mempersiapkan kedatangan dajjal/ anti-christ di muka bumi agar semua manusia tidak menyembah Allah tapi menyembah sang dajjal...

HAARP), mereka akan menciptakan sandiwara untuk menipu dunia. Mereka akan mensimulasikan turunnya Yesus/ Isa A.S ke bumi, lalu mereka juga akan mensimulasikan serangan UFO ke bumi.Tujuannya?



untuk membuat masyarakat ketakutan... sehingga mereka membutuhkan penolong.. disinilah sang messiah palsu akan turun (dajjal), dan akan berpura-pura menjadi penyelamat mereka. Dajjal akan menyuruh manusia untuk bersatu menjadi satu pemerintahan (one world government). Dajjal akan mengaku sebagai Messiah, dan memproklamirkan diri sebagai TUHAN, dan menyruh manusia untuk menyembahnya (one world religion)

Ditambah lagi dengan teknologi HAARP yang bisa mengatur mood manusia, sehingga seakan-akan manusia di seluruh duinia merasa sedang berhadapan langsung dengan Tuhannya...


Tujuan akhir dari Proyek ini adalah menciptakan satu dunia, dengan satu agama.. dipimpin oleh sang dajjal



Sejarah dan Proses Pembuatan Kiswah (Kain Penutup Ka'bah)


Pada ka'bah kita sering melihat adanya Kiswah (kain/selimut hitam penutup ka’bah). Tujuan dari pemasangan kain itu adalah untuk melindungi dinding ka’bah dari kotoran, debu, serta panas yang dapat membuatnya menjadi rusak. Selain itu kiswah juga berfungsi sebagai hiasan ka’bah.

Menurut sejarah, Kabah sudah diberi kiswah sejak zaman Nabi Ismail AS, putra Nabi Ibrahim AS. Namun tidak ada catatan yang mengisahkan kiswah pada zaman Nabi Ismail terbuat dari apa dan berwarna apa. Baru pada masa kepemimpinan Raja Himyar Asad Abu Bakr dari Yaman, disebutkan kiswah yang melindungi Ka’bah terbuat dari kain tenun.
 
http://winsanews.files.wordpress.com/2008/11/saudi-arabia-mecca-ka-bah-11.jpg
 
Kebijakan Raja Himyar untuk memasang kiswah sesuai tradisi Arab yang berkembang sejak zaman Ismail as diikuti oleh para penerusnya. Pada masa Qusay ibnu Kilab, salah seorang leluhur Nabi Muhammad yang terkemuka, pemasangan kiswah pada Kabah menjadi tanggung jawab masyarakat Arab dari suku Quraisy.
 
Nabi Muhammad SAW sendiri juga pernah memerintahkan pembuatan kiswah dari kain yang berasal dari Yaman. Sedangkan empat khalifah penerus Nabi Muhammad yang termasuk dalam Khulafa al-Rasyidin memerintahkan pembuatan kiswah dari kain benang kapas.
 
Sementara itu, pada era Kekhalifahan Abbassiyah, Khalifah ke-4 al-Mahdi  memerintahkan supaya kiswah dibuat dari kain sutra Khuz. Pada masa pemerintahannya, kiswah didatangkan dari Mesir dan Yaman.
 
Menurut catatan sejarah, kiswah tidak selalu berwarna hitam pekat seperti saat ini. Kiswah pertama yang dibuat dari kain tenun dari Yaman justru berwarna merah dan berlajur-lajur. Sedangkan pada masa Khalifah Mamun ar-Rasyid, kiswah dibuat dengan warna dasar putih. Kiswah juga pernah dibuat berwarna hijau atas perintah Khalifah An-Nasir dari Bani Abbasiyah (sekitar abad 16 M) dan kiswah juga pernah dibuat berwarna kuning berdasarkan perintah Muhammad ibnu Sabaktakin.
 
Penggantian kiswah yang berwarna-warni dari tahun ke tahun, rupanya mengusik benak Kalifah al-Mamun dari Dinasti Abbasiyah, hingga akhirnya diputuskan bahwa sebaiknya warna kiswah itu tetap dari waktu ke waktu yaitu hitam. Hingga saat ini, meskipun kiswah diganti setiap tahun, tetapi warnanya selalu hitam.
 
Pada era keemasan Islam , tanggung jawab pembuatan maupun pengadaan kiswah selalu dipikul oleh setiap khalifah yang sedang berkuasa di Hijaz, Arab Saudi pada setiap masanya. Meskipun kiswah selalu menjadi tanggung jawab para khalifah, beberapa raja di luar tanah Hijaz pernah menghadiahkan kiswah kepada pemerintah Hijaz.
 
Dulu, kiswah yang terbuat dari sutera hitam pernah didatangkan dari Mesir yang biayanya diambil dari kas Kerajaan Mesir. Tradisi pengiriman kiswah dari Mesir ini dimulai pada zaman Sultan Sulaiman yang memerintah mesir pada sekitar tahun 950-an H sampai masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya sekitar akhir tahun 1920-an.
 
http://akhmadguntar.com/wp-content/uploads/2008/umroh2008/ka%27bah-tanpa-kiswah.jpg
Ka'bah tanpa kiswah

Setiap tahun, kiswah-kiswah indah yang dibuat di Mesir itu diantar ke Makkah melewati jalan darat menggunakan tandu indah yang disebut mahmal. Kiswah beserta hadiah-hadiah lain di dalam mahmal datang bersamaan dengan rombongan haji dari Mesir yang dikepalai oleh seorang amirul hajj.
 
Amirul hajj itu ditunjuk secara resmi oleh pemerintah Kerajaan Mesir. Dari Mesir, setelah upacara serah terima, mahmal yang dikawal tentara Mesir berangkat ke terusan Suez dengan kapal khusus hingga ke pelabuhan Jeddah. Setibanya di Hijaz, mahmal tersebut diarak dengan upacara sangat meriah menuju ke Mekkah.
 
Pengiriman kiswah dari Mesir pernah terlambat hingga awal bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi beberapa waktu setelah meletusnya Perang Dunia I. Keterlambatan pengiriman kiswah terjadi akibat suasana yang tidak aman dan kondusif akibat Perang Dunia I.
 
Melihat situasi yang kurang baik pada saat itu, Raja Ibnu Saud (pendiri Kerajaan Arab Saudi) mengambil keputusan untuk segera membuat kiswah sendiri mengingat pada tanggal 10 Dzulhijjah, kiswah lama harus diganti dengan kiswah yang baru. Usaha tersebut berhasil dengan pendirian perusahaan tenun yang terdapat di Kampung Jiyad, Mekkah.
 
Setelah Perang Dunia I berakhir, Raja Farouq I dari Mesir kembali mengirimkan kiswah ke tanah Hijaz. Namun melihat berbagai kondisi pada saat itu, pemerintah Kerajaan Arab Saudi dibawah Raja Abdul Aziz Bin Saud memutuskan untuk membuat pabrik kiswah sendiri pada 1931 di Makkah. Hingga akhirnya kiswah dibuat di Arab Saudi hingga saat ini.
 
Kain kiswah memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri. Pintalan-pintalan benang berwarna emas maupun perak bersatu padu merangkai goresan kalam Ilahi. kiswah menjadi sangat berharga, bukan hanya karena firman-firman Allah SWT yang suci yang dipintal pada kiswah, tetapi juga karena keindahan dan eksotisme pintalan benang berwarna emas dan perak pada permukaannya.
 
Perpaduan warna emas dan perak pada kaligrafi yang menghiasi kiswah tersebut memiliki nilai seni yang luar biasa. Sebab pembuatannya membutuhkan skill dan bakat yang luar biasa karena tidak semua orang mampu membuat seni seindah itu. Kiswah merupakan simbol kekuatan, kesederhanaan, juga keagungan.


 

Proses Pembuatan Kiswah

Kiswah pertama kali dibuat dibuat oleh seorang pengrajin bernama Adnan bin Ad dengan bahan baku kulit unta. Namun dalam perkembangannya, kiswah dibuat dari kain sutera. Untuk membuat sebuah kiswah memerlukan 670 kg bahan sutera atau sekitar 600 meter persegi kain sutera yang terdiri dari 47 potong kain. Masing-masing potongan tersebut berukuran panjang 14 meter dan lebar 95 cm.

Ukuran itu sudah disesuaikan untuk menutupi bidang kubus Kabah pada keempat sisinya. Sedangkan untuk hiasan berupa pintalan emas diperlukan 120 kg emas dan beberapa puluh kg perak.



http://www.emel.com/images/makingofkiswah_emel.jpg






 
Sejak 1931, kiswah untuk menutupi Kabah diproduksi di sebuah pabrik yang terletak di pinggir kota Mekkah, Arab Saudi. Dalam pabrik tersebut, pembuatan kiswah dilakukan secara modern dengan menggunakan mesin tenun modern. Di pabrik kiswah yang areanya seluas 10 hektare itu dipekerjakan sekitar 240 perajin kiswah.
 
Dalam pabrik tersebut, kiswah dibuat secara massal. Di sanalah semuanya disiapkan dari perencanaan, pembuatan gambar prototipe kaligrafi, pencucian benang sutera, perajutan kain dasar, pembuatan benang dari berkilo-kilo emas murni dan perak hingga pada pemintalan kaligrafi dari benang emas maupun perak, lalu penjahitan akhir.
 
Meskipun kiswah tampak hitam jika dilihat dari luar, namun ternyata bagian dalam kiswah itu berwarna putih. Salah satu kalimat yang tertera dalam pintalan emas kiswah adalah kalimah syahadat, Allah Jalla Jalallah, La Ilaha Illallah, dan Muhammad Rasulullah . Surat Ali Imran: 96, Al-Baqarah :144, surat Al-fatihah, surat Al-Ikhlash terpintal indah dalam benang emas untuk menghiasi kiswah.
 
Kaligrafi yang digunakan untuk menghias kiswah terdiri dari ayat-ayat yang berhubungan dengan haji dan Kabah juga asma-asma Allah yang dimuliakan. Hiasan kaligrafi yang terbuat dari emas dan perak tampak berkilau indah saat terkena cahaya matahari.

Karena menggunakan bahan baku dari benda-benda yang sangat berharga seperti sutera, emas, maupun perak, harga kiswah ini menjadi sangat mahal sekitar Rp 50 miliar.
 
Sehingga setiap tahun Jawatan Wakaf Kerajaan Arab Saudi harus menyediakan dana sekitar Rp 50 miliar untuk pembuatan kiswah. Menurut sejarah, tradisi penggantian kiswah yang dilakukan setiap tahunnya sudah ada sejak masa Khalifah Al-Mahdi yang merupakan penguasa Dinasti Abbasiyah ke-IV.
 
Tradisi tersebut bermula ketika, Khalifah al-Mahdi naik haji kemudian penjaga Kabah melapor kepadanya tentang kiswah yang pada saat itu sudah mulai rapuh dan dikhawatirkan akan jatuh. Mendengar laporan yang memprihatinkan itu, Al-Mahdi memerintahkan agar setiap tahun kiswah diganti.
 
Sejak saat itu, kiswah untuk Ka’bah selalu diganti setiap tahun pada musim haji dan menjadi sebuah tradisi yang harus selalu dijalankan. Dengan demikian tidak ada lagi kiswah yang kondisinya memprihatinkan.

Pasalnya, setiap kiswah hanya memiliki masa pakai Ka’bah selama satu tahun. Bahkan, kiswah bekas dipakai Ka’bah ada yang dipotong-potong kemudian potongan tersebut dijual sebagai penghias rumah maupun kantor.

Ketika Cinta Berbuah Surga

(Thursday, 30 November 2006) - Kontribusi dari Habiburrahman El Shirazy
Di tanah Kurdistan , ada seorang raja yang adil dan shalih. Dia
memiliki seorang anak laki-laki yang tampan, cerdas, dan pemberani.
Saat-saat paling menyenangkan bagi sang raja adalah ketika dia
mengajari anaknya itu membaca Al-Quran. Sang raja juga menceritakan
kepadanya kisah-kisah kepahlawanan para panglima dan tentaranya di
medan pertempuran. Anak raja yang bernama Said itu, sangat gembira
mendengar penuturan kisah ayahnya. Si kecil Said akan merasa jengkel
jika di tengah-tengah ayahnya bercerita, tiba-tiba ada orang yang
memutuskannya.
Terkadang, ketika sedang asyik mendengarkan cerita ayahnya tiba-tiba
pengawal masuk dan memberitahukan ada tamu penting yang harus ditemui
oleh raja. Sang raja tahu apa yang dirasakan anaknya.
Maka, dia memberi nasihat kepada anaknya, Said, Anakku, sudah saatnya kamu mencari teman sejati yang setia dalam suka dan duka. Seorang teman baik, yang akan membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk surga.
Said tersentak mendengar perkataan ayahnya.
;Apa maksud Ayah dengan teman yang bisa diajak bercinta untuk surga? tanyanya dengan nada
penasaran.
Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman denganmu, bukan karena derajatmu, tatapi karena
kemurnian cinta itu sendiri, yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaiumu karena Allah. Dan Dengan dasar itu kau pun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan karena Allah. Kekuatan cinta kalian akan melahirkan kekuaan dahsyat
yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk surga.
Bagaimana cara mencari teman seperti itu, Ayah?
tanya Said.
Sang raja menjawab, “Kamu harus menguji orang yang hendak kau jadikan teman. Ada sebuah cara menarik untuk menguji mereka. Undanglah siapapun yang kau anggap cocok menjadi temanmu untuk makan pagi di sini, di rumah kita. Jika sudah sampai di sini, ulurlah dan perlamalah waktu penyajian makanan. Biarkan mereka semakin lapar.
Lihatlah kemudian apa yang mereka perbuat. Saat itu, rebuslah tiga buitr telur. Jika dia tetap bersabar, hidangkanlah tiga telur itu kepadanya. Lihatlah, apa yang kemudian mereka perbuat! Itu cara yang paling mudah bagimu. Syukur jika kau bisa mengetahui perilakunya lebih dari itu.
Said sangat gembira mendengar nasihat ayahnya. Dia pun mempraktekkan cara mencari teman sejati yang cukup aneh
itu. Mula-mula ia mengundang anak-anak para pembesar kerajaan satu per satu. Sebagian besar dari mereka marahmarah
karena hidangnya tidak keluar-keluar. Bahkan, ada yang pulang tanpa pamit dengan hati kesal, ada yang
memukul-mukul meja, ada yang melontarkan kata-kata tidak terpuji, memaki-maki karena terlalu lama menunggu
hidangan.
Diantara teman anak raja itu, ada seorang bernama Adil. Dia anak seorang menteri. Said melihat sepertinya Adil anak
yang baik hati dan setia. Maka dia ingin mengujinya. Diundanglah Adil untuk makan pagi. Adil memang menunggu
keluarnya hidangan dengan setia. Setelah dirasa cukup, Said mengeluarkan sebuah piring berisi tiga telur rebus.
Melihat itu, Adil berkata keras, “Hanya ini sarapan kita? Ini tidak cukup mengisi perutku!”
Adil tidak mau menyentuh telur itu. Dia pergi begitu saja meniggalkan Said sendirian. Said diam. Dia tidak perlu meminta
maaf kepada Adil karena meremehkan makanan yang telah dia rebus dengan kedua tangannya. Dia mengerti bahwa
Adil tidak lapang dada dan tidak cocok untuk menjadi teman sejati.
Hari berikutnya, dia mengundang anak seorang saudagar terkaya. Tentu saja anak saudagar itu sangat senang
mendapat undangan makan pagi dari anak raja. Malam harinya, sengaja ia tidak makan dan melaparkan perutnya agar
paginya bisa makan sebanyak mungkin. Dia membayangkan makanan anak raja pasti enak dan lezat.
Pagi-pagi sekali, anak saudagar kaya itu telah datang menemui Said. Seperti anak-anak sebelumnya, dia menunggu waktu yang lama sampai makanan keluar. Akhirnya, Said membawa piring dengan tiga telur rebus di atasnya.Ini makanannya, saya ke dalam dulu mengambil air minum.” Kata Said seraya meletakkkan piring itu di atas meja.
Lalu, Said masuk kedalam. Tanpa menunggu lagi, anak saudagar itu langsung malahap satu persatu telur itu. Tidak
lama kemudian, Said keluar membawa dua gelas air putih. Dia melihat ke arah meja ternyata tiga telur itu telah lenyap.
Ia kaget.
Mana telurnya?  tanya Said pada anak saudagar.
Telah aku makan.
 Semuanya?
Ya, habis aku lapar sekali.
Melihat hal itu Said langsung tahu bahwa anak saudagar itu juga tidak bisa dijadikan teman setia. Dia tidak setia. Tidak
bisa merasakan suka dan duka bersama. Sesungguhnya, Said juga belum makan apa-apa.
Said merasa jengkel kapada anak-anak di sekitar istana. Mereka semua mementingkan diri sendiri. Tidak setia kawan.
Tidak bisa merasakan suka dan duka bersama. Akhirnya, Said meminta izin kepada ayahnya untuk pergi mencari teman
sejati.
****
Akhirnya, Said berpikir untuk mencari teman di luar istana. Kemudian, mulailah Said berpetualang melewati hutan, ladang, sawah, dan kampung-kampung untuk mencari seorang teman yang baik.
Sampai akhirnya, di suatu hari yang cerah, dia bertemu dengan anak seorang pencari kayu yang berpakaian sederhana.
Anak itu sedang memanggul kayu bakar. Said mengikutinya diam-diam sampai anak itu tiba di gubuknya. Rumah dan pakaian anak itu menunjukkan bahwa dia sangat miskin. Namun, wajah dan sinar matanya memancarkan tanda kecerdasan dan kebaikan hati. Anak itu mengambil air wudhu, lalu shalat dua rakaat. Said memerhatikannya dari balik rumpun pepohonan.
Selesai salat, Said datang dan menyapa, Kawan, kenalkan namaku Said. Kalau boleh tahu, namamu siapa? Kau tadi shalat apa? Namaku Abdullah. Tadi itu shalat dhuha. Lalu, Said meminta anak itu agar bersedia bermain dengannya dan menjadi temannya.
Namun, Abdullah menjawab, Kukira kita tidak cocok menjadi teman. Kau anak orang kaya, malah mungkin anak bangsawan. Sedangkan aku, anak miskin. Anak seorang pencari kayu bakar. Said menyahut, Tidak baik kau mengatakan begitu. Mengapa kau membeda-bedakan orang? Kita semua adalah hamba Allah. Semuanya sama, hanya takwa yang membuat orang mulia di sisi Allah. Apa aku kelihatan seperti anak
yang jahat sehingga kau tidak mau berteman denganku? Kau nanti bisa menilai, apakah aku cocok atau tidak menjadi temanmu.Baiklah kalau begitu, kita berteman. Akan tetapi, dengan syarat hak dan kewajiban kita sama, sebagai teman yang seia-sekata.Said menyepakati syarat yag diajukkan oleh anak pencari kayu itu. Sejak hari itu, mereka bermain bersama; pergi ke hutan bersama ,memancing bersama, dan berburu kelinci bersama. Anak tukang kayu itu mengajarinya berenang di sungai, menggunakan panah dan memanjat pohon di hutan. Said sangat gembira sekali berteman dengan anak yang cerdas, rendah hati, lapang dada dan setia. Akhirnya, dia kembali ke istana dengan hati gembira.
Hari berikutnya, anak raja itu berjumpa lagi dengan teman barunya. Anak pencari kayu itu langsung mengajaknya makan di gubuknya. Dalam hati, Said merasa kalah, sebab sebelum dia mengundang makan, dia telah diundang makan.
Di dalam gubuk itu, mereka makan seadanya, sepotong roti, garam, dan air putih. Namun, Said makan dengan sangat lahap. Ingin sekali rasanya dia minta tambah kalau tidak mengingat, siapa tahu anak pencari kayu ini sedang
mengujinya. Oleh karena itu, Said merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya.
Selesai makan, Said mengucapkan hamdalah dan tersenyum. Setelah itu, mereka kembali bermain. Said banyak menemukan hal-hal baru di hutan, yang tidak dia dapatkan di dalam istana. Oleh temannya itu dia diajari untuk mengenali dan membedakan jenis dedaunan dan buah-buahan di hutan; antara daun dan buah yang bisa dimakan,yang bisa dijadikan obat, serta yang beracun.
Dengan mengenal jenis buah dan dedaunan di hutan secara baik, kita tidak akan repot jika suatu kali tersesat.
Persediaan makanan ada di sekitar kita. Inilah keagungan Allah! kata anak pencari kayu.
Seketika itu, Said tahu bahwa ilmu tidak hanya dia dapat dari madrasah seperti yang ada di ibukota kerajaan ilmu ada di
mana-mana. Bahkan, di hutan sekalipun. Hari itu, Said banyak mendapatkan pengalaman berharga.
Ketika matahari sudah condong ke Barat, Said berpamitan kepada sahabatnya itu untuk pulang. Tidak lupa, Said
mengundangnya makan di rumahnya besok pagi. Lalu, dia memberikan secarik kertas pada temannya itu.
Pergilah ke ibu kota , berikan kertas ini kepada tentara yang kau temui di sana . Dia akan mengantarkanmu ke
rumahku, kata Said sambil tersenyum.
Insya Alloh aku akan datang. Jawab anak pencari kayu itu.
*****
Pagi harinya, anak pencari kayu sampai juga di istana. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Said adalah anak raja.
Mulanya, dia ragu untuk masuk istana. Akan tetapi, jika mengingat kebaikan dan kerendahan hati Said selama ini, dia
berani masuk juga.
Said menyambutnya dengan hangat dan senyum gembira. Seperti anak-anak sebelumnya yang telah hadir di ruang
makan itu. Said pun menguji temannya ini. Dia membiarkannya menunggu lama sekali. Namun, anak pencari kayu itu
sudah terbiasa lapar. Bahkan, dia pernah tidak makan selama tiga hari. Atau, terkadang makan daun-daun mentah saja.
Dia hanya berpikir, seandainya semua anak bangsawan bisa sebaik anak raja ini, tentu dunia akan tentram.
Selama ini, dia mendengar bahwa anak-anak pembesar kerajaan senang hura-hura. Namun, dia menemukan seorang
anak raja yang santun dan shalih.
Akhirnya, tiga butir telur masak pun dihidangkan. Said mempersilahkan temannya untuk memulai makan. Anak pencari
kayu bakar itu mengambil satu. Lalu, dia mengupas kulitnya pelan-pelan. Sementara Said mengupas dengan cepat dan
menyantapnya. Lalu dengan sengaja Said mengambil yang ketiga, mengupasnya dengan cepat dan melahapnya.
Temannya selesai mengupas telur. Said ingin melihat apa yang akan dilakukan temannya dengan sebitur telur itu,
apakah akan dimakannya sendiri atau.?
Anak miskin itu mengambil pisau yang ada di dekat situ. Lalu, dia membelah telur itu jadi dua. Yang satu dia pegang dan
yang satunya lagi, dia berikan kepada Said. Tidak ayal lagi, Said menangis terharu.
Lalu Said pun memeluk anak pencari kayu bakar itu erat-erat seraya berkata. “Engkau teman sejatiku! Engkau
teman sejatiku! Engkau temanku masuk surga.”
Sejak itu, keduanya berteman dan bersahabat dengan sangat akrab. Persahabatan meraka melebihi saudara kandung.
Mereka saling mencintai dan saling menghormati karena Alloh swt.
Karena kekuatan cinta itu mereka bahkan sempat bertahun-tahun mengembara bersama untuk belajar dan berguru
kepada para ulama yang tersebar di Turki, di Syiria, di Irak, di Mesir dan di Yaman.
Setelah berganti bulan dan tahun, akhirnya keduanya tumbuh dewasa. Raja yang adil, ayah Said meninggal dunia.
Akhirnya, Said diangkat menjadi raja untuk menggantikan ayahnya. Menteri yang pertama kali dia pilih adalah Abdullah,
anak pencari kayu itu. Abdullah pun benar-benar menjadi teman seperjuangan dan penasihat raja yang tiada duanya.
Meskipun telah menjadi raja dan menteri, keduanya masih sering malakukan shalat tahajud dan membaca Al-Quran
bersama. Kecerdasaan dan kematangan jiwa keduanya mampu membawa kerajaan itu maju, makmur, dan jaya.---
baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.---
Dikutip dari sebuah karya Habiburrahman El Shirazy

Diatas Sajadah Cinta:

KOTA KUFAH terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup
dari utara membawa hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu
dan jendelanya. Namun geliat hidup kota Kufah masih terasa. Di
serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegap menghadap kiblat.
Kedua matanya memandang teguh ke tempat sujud. Bibirnya bergetar
melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati dan seluruh gelegak jiwanya
menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang
memanggilnya “Zahid” atau “Si Ahli Zuhud”, karena kezuhudannya
meskipun ia masih muda.
Dia dikenal masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan paling
mencintai masjid di kota Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya
ia habiskan di dalam masjid, untuk ibadah dan menuntut ilmu pada
ulama terkemuka kota Kufah. Saat itu masjid adalah pusat peradaban,
pusat pendidikan, pusat informasi dan pusat perhatian.
Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat Ilahi. Setiap kali sampai
pada ayat-ayat azab, tubuh pemuda itu bergetar hebat. Air matanya
mengalir deras. Neraka bagaikan menyala-nyala dihadapannya. Namun
jika ia sampai pada ayat-ayat nikmat dan surga, embun sejuk dari langit
terasa bagai mengguyur sekujur tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan
kebahagiaan. Ia bagai mencium aroma wangi para bidadari yang suci.
Tatkala sampai pada surat Asy Syams, ia menangis,
“fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha.
qad aflaha man zakkaaha.
wa qad khaaba man dassaaha
…”
(maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan
ketaqwaan,sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya…)
Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia termasuk golongan yang
mensucikan jiwanya. Ataukah golongan yang mengotori jiwanya? Dia
termasuk golongan yang beruntung, ataukah yang merugi? Ayat itu ia
ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat. Tubuhnya berguncang.
Akhirnya ia pingsan.
***
Sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah bagai
istana. Lampu-lampu yang menyala dari kejauhan tampak berkerlapkerlip
bagai bintang gemintang. Rumah itu milik seorang saudagar kaya
yang memiliki kebun kurma yang luas dan hewan ternak yang tak
terhitung jumlahnya. Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis
jelita sedang menari-nari riang gembira. Wajahnya yang putih susu
tampak kemerahan terkena sinar yang terpancar bagai tiga lentera yang
menerangi ruangan itu. Kecantikannya sungguh memesona. Gadis itu
terus menari sambil mendendangkan syair-syair cinta,
“in kuntu ‘asyiqatul lail fa ka’si
musyriqun bi dhau’
wal hubb al wariq
…”
(jika aku pencinta malam maka
gelasku memancarkan cahaya
dan cinta yang mekar…)
***
Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya berbunga-bunga.
Di ruangan tengah, kedua orangtuanya menyungging senyum mendengar
syair yang didendangkan putrinya. Sang ibu berkata,
“Abu Afirah, putri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah
baik-baik syair-syair yang ia dendangkan.”
“Ya, itu syair-syair cinta. Memang sudah saatnya dia menikah. Kebetulan
tadi siang di pasar aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia melamar Afirah
untuk putranya, Yasir.”
“Bagaimana, kau terima atau…?”
“Ya jelas langsung aku terima. Dia ‘kan masih kerabat sendiri dan kita
banyak berhutang budi padanya. Dialah yang dulu menolong kita waktu
kesusahan. Di samping itu Yasir itu gagah dan tampan.”
“Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?”
“Tak perlu! Kita tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan ayah
Yasir. Pemuda yang paling cocok untuk Afirah adalah Yasir.”
“Tapi, engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak baik.”
“Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia pasti juga akan
tobat! Yang penting dia kaya raya.”
***
Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah, tak jauh dari pasar Kufah.
Seorang pemuda tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh
darinya seorang penari melenggak lenggokan tubuhnya diiringi suara
gendang dan seruling.
“Ayo bangun, Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!” bisik
temannya.
“Be…benarkah?”
“Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan kau sia-siakan
kesempatan ini,Yasir!”
“Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku.”
Yasir lalu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri sang penari.
Sang penari mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya.
Keduanya lalu menari-nari diiringi irama seruling dan gendang.
Keduanya benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan mesra
penari itu membisikkan sesuatu ketelinga Yasir,
“Apakah Anda punya waktu malam ini bersamaku?”
Yasir tersenyum dan menganggukan kepalanya. Keduanya terus menari
dan menari. Suara gendang memecah hati. Irama seruling melengkinglengking.
Aroma arak menyengat nurani. Hati dan pikiran jadi mati.
***
Keesokan harinya. Usai shalat dhuha, Zahid meninggalkan masjid
menuju ke pinggir kota. Ia hendak menjenguk saudaranya yang sakit. Ia
berjalan dengan hati terus berzikir membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Ia
sempatkan ke pasar sebentar untuk membeli anggur dan apel buat
saudaranya yang sakit.
Zahid berjalan melewati kebun kurma yang luas. Saudaranya pernah
bercerita bahwa kebun itu milik saudagar kaya, Abu Afirah. Ia terus
melangkah menapaki jalan yang membelah kebun kurma itu. Tiba-tiba
dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu
semakin membesar dan mendekat. Matanya lalu menangkap di kejauhan
sana perlahan bayangan itu menjadi seorang sedang menunggang kuda.
Lalu sayup-sayup telinganya menangkap suara,
“Toloong! Toloong!!”
Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang ada jauh di depannya.
Ia menghentikan langkahnya. Penunggang kuda itu semakin jelas.
“Toloong! Toloong!!”
Suara itu semakin jelas terdengar. Suara seorang perempuan. Dan
matanya dengan jelas bisa menangkap penunggang kuda itu adalah
seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang.
“Toloong! Toloong hentikan kudaku ini! Ia tidak bisa dikendalikan!”
Mendengar itu Zahid tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara
kuda itu semakin dekat dan tinggal beberapa belas meter di depannya.
Cepat-cepat ia menenangkan diri dan membaca shalawat. Ia berdiri
tegap di tengah jalan. Tatkala kuda itu sudah sangat dekat ia mengangkat
tangan kanannya dan berkata keras,
“Hai kuda makhluk Allah, berhentilah dengan izin Allah!”
Bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu meringkik
dan berhenti seketika. Perempuan yang ada dipunggungnya terpelanting
jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid mendekati perempuan itu dan
menyapanya,
“Assalamu’alaiki. Kau tidak apa-apa?”
Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup cadar hitam. Dua matanya
yang bening menatap Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab
pelan,
“Alhamdulillah, tidak apa-apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali.
Mungkin terkilir saat jatuh.”
“Syukurlah kalau begitu.”
Dua mata bening di balik cadar itu terus memandangi wajah tampan
Zahid. Menyadari hal itu Zahid menundukkan pandangannya ke tanah.
Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa sepengetahuan Zahid, ia
membuka cadarnya. Dan tampaklah wajah cantik nan memesona,
“Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalau boleh tahu siapa nama Tuan,
dari mana dan mau ke mana Tuan?”
Zahid mengangkat mukanya. Tak ayal matanya menatap wajah putih
bersih memesona. Hatinya bergetar hebat. Syaraf dan ototnya terasa
dingin semua. Inilah untuk pertama kalinya ia menatap wajah gadis
jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu
pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara
gemuruh hati Zahid tak kalah hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan
pipi merah merona, Zahid tersadar, ia cepat-cepat menundukkan
kepalanya. “Innalillah. Astagfirullah,” gemuruh hatinya.
“Namaku Zahid, aku dari masjid mau mengunjungi saudaraku yang
sakit.”
“Jadi, kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya
cuma di dalam masjid?”
“Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain.” kata Zahid sambil
membalikkan badan. Ia lalu melangkah.
“Tunggu dulu Tuan Zahid! Kenapa tergesa-gesa? Kau mau kemana?
Perbincangan kita belum selesai!”
“Aku mau melanjutkan perjalananku!”
Tiba-tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zahid. Terang saja
Zahid gelagapan. Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis
yang ada di depannya. Seumur hidup ia belum pernah menghadapi
situasi seperti ini.
“Tuan aku hanya mau bilang, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku.
Dan rumahku ada di sebelah selatan kebun ini. Jika kau mau silakan
datang ke rumahku. Ayah pasti akan senang dengan kehadiranmu. Dan
sebagai ucapan terima kasih aku mau menghadiahkan ini.”
Gadis itu lalu mengulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau
muda.
“Tidak usah.”
“Terimalah, tidak apa-apa! Kalau tidak Tuan terima, aku tidak akan
memberi jalan!”
Terpaksa Zahid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu minggir sambil
menutup kembali mukanya dengan cadar. Zahid melangkahkan kedua
kakinya melanjutkan perjalanan.
***
Saat malam datang membentangkan jubah hitamnya, kota Kufah
kembali diterangi sinar rembulan. Angin sejuk dari utara semilir
mengalir. Afirah terpekur di kamarnya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya
basah. Pikirannya bingung. Apa yang menimpa dirinya. Sejak kejadian
tadi pagi di kebun kurma hatinya terasa gundah. Wajah bersih Zahid
bagai tak hilang dari pelupuk matanya. Pandangan matanya yang teduh
menunduk membuat hatinya sedemikian terpikat. Pembicaraan orangorang
tentang kesalehan seorang pemuda di tengah kota bernama Zahid
semakin membuat hatinya tertawan. Tadi pagi ia menatap wajahnya dan
mendengarkan tutur suaranya. Ia juga menyaksikan wibawanya. Tibatiba
air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan aliran kesejukan dan
kegembiraan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam hati ia
berkata,
“Inikah cinta? Beginikah rasanya? Terasa hangat mengaliri syaraf. Juga
terasa sejuk di dalam
hati. Ya Rabbi, tak aku pungkiri aku jatuh hati pada hamba-Mu yang
bernama Zahid. Dan inilah untuk pertama kalinya aku terpesona pada
seorang pemuda. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Ya Rabbi,
izinkanlah aku mencintainya.”
Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia teringat sapu tangan
yang ia berikan pada Zahid. Tiba-tiba ia tersenyum,
“Ah sapu tanganku ada padanya. Ia pasti juga mencintaiku. Suatu hari ia
akan datang kemari.”
Hatinya berbunga-bunga. Wajah yang tampan bercahaya dan bermata
teduh itu hadir di pelupuk matanya.
***
Sementara itu di dalam masjid Kufah tampak Zahid yang sedang
menangis di sebelah kanan mimbar. Ia menangisi hilangnya kekhusyukan
hatinya dalam shalat. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Sejak ia bertemu
dengan Afirah di kebun kurma tadi pagi ia tidak bisa mengendalikan
gelora hatinya. Aura kecantikan Afirah bercokol dan mengakar
sedemikian kuat dalam relung-relung hatinya. Aura itu selalu melintas
dalam shalat, baca Al-Quran dan dalam apa saja yang ia kerjakan. Ia
telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh aura pesona Afirah
dengan melakukan shalat sekhusyu’-khusyu’-nya namun usaha itu siasia.
“Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Mahatahu atas apa
yang menimpa diriku. Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu. Namun
Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu mengusir pesona kecantikan
seorang makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat lemah
berhadapan dengan daya tarik wajah dan suaranya Ilahi, berilah padaku
cawan kesejukan untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetesnetes
dalam dinding hatiku ini. Ilahi, tuntunlah langkahku pada garis
takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku untuk-
Mu.” Isak Zahid mengharu biru pada Tuhan Sang Pencipta hati, cinta,
dan segala keindahan semesta.
Zahid terus meratap dan mengiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta
terus ia paksa untuk menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin ia
meratap embun-embun cinta itu semakin deras mengalir. Rasa cintanya
pada Tuhan. Rasa takut akan azab-Nya. Rasa cinta dan rindu-Nya pada
Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan
mengalir sedemikian hebat dalam relung hatinya. Dalam puncak
munajatnya ia pingsan.
Menjelang subuh, ia terbangun. Ia tersentak kaget. Ia belom shalat
tahajjud. Beberapa orang tampak tengah asyik beribadah bercengkerama
dengan Tuhannya. Ia menangis, ia menyesal. Biasanya ia sudah membaca
dua juz dalam shalatnya.
“Ilahi, jangan kau gantikan bidadariku di surga dengan bidadari dunia.
Ilahi, hamba lemah maka berilah kekuatan!”
Ia lalu bangkit, wudhu, dan shalat tahajjud. Di dalam sujudnya ia
berdoa,
“Ilahi, hamba mohon ridha-Mu dan surga. Amin. Ilahi lindungi hamba
dari murkamu dan neraka. Amin. Ilahi, jika boleh hamba titipkan rasa
cinta hamba pada Afirah pada-Mu, hamba terlalu lemah untuk
menanggung-Nya. Amin. Ilahi, hamba memohon ampunan-Mu, rahmat-
Mu, cinta-Mu, dan ridha-Mu. Amin.”
***
Pagi hari, usai shalat dhuha Zahid berjalan ke arah pinggir kota.
Tujuannya jelas yaitu melamar Afirah. Hatinya mantap untuk
melamarnya. Di sana ia disambut dengan baik oleh kedua orangtua
Afirah. Mereka sangat senang dengan kunjungan Zahid yang sudah
terkenal ketakwaannya di seantero penjuru kota. Afiah keluar sekejab
untuk membawa minuman lalu kembali ke dalam. Dari balik tirai ia
mendengarkan dengan seksama pembicaraan Zahid dengan ayahnya.
Zahid mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu melamar Afirah.
Sang ayah diam sesaat. Ia mengambil nafas panjang. Sementara Afirah
menanti dengan seksama jawaban ayahnya. Keheningan mencekam
sesaat lamanya. Zahid menundukkan kepala ia pasrah dengan jawaban
yang akan diterimanya. Lalu terdengarlah jawaban ayah Afirah,
“Anakku Zahid, kau datang terlambat. Maafkan aku, Afirah sudah
dilamar Abu Yasir untuk putranya Yasir beberapa hari yang lalu, dan
aku telah menerimanya.”
Zahid hanya mampu menganggukan kepala. Ia sudah mengerti dengan
baik apa yang didengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan irisan
kepedihan hatinya. Ia mohon diri dengan mata berkaca-kaca. Sementara
Afirah, lebih tragis keadaannya. Jantungnya nyaris pecah mendengarnya.
Kedua kakinya seperti lumpuh seketika. Ia pun pingsan saat itu juga.
***
Zahid kembali ke masjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan
ketakwaan Zahid ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada
Afirah. Apa yang ia dengar dari ayah Afirah membuat nestapa jiwanya.
Ia pun jatuh sakit. Suhu badannya sangat panas. Berkali-kali ia pingsan.
Ketika keadaannya kritis seorang jamaah membawa dan merawatnya di
rumahnya. Ia sering mengigau. Dari bibirnya terucap kalimat tasbih,
tahlil, istigfhar dan … Afirah.
Kabar tentang derita yang dialami Zahid ini tersebar ke seantero kota
Kufah. Angin pun meniupkan kabar ini ke telinga Afirah. Rasa cinta
Afirah yang tak kalah besarnya membuatnya menulis sebuah surat
pendek,
Kepada Zahid,
Assalamu’alaikum
Aku telah mendengar betapa dalam rasa cintamu padaku. Rasa cinta
itulah yang membuatmu sakit dan menderita saat ini. Aku tahu kau
selalu menyebut diriku dalam mimpi dan sadarmu. Tak bisa kuingkari,
aku pun mengalami hal yang sama. Kaulah cintaku yang pertama. Dan
kuingin kaulah pendamping hidupku selama-lamanya.
Zahid,
Kalau kau mau. Aku tawarkan dua hal padamu untuk mengobati rasa
haus kita berdua. Pertama, aku akan datang ke tempatmu dan kita bisa
memadu cinta. Atau kau datanglah ke kamarku, akan aku tunjukkan
jalan dan waktunya.
Wassalam
Afirah
===========================================
Surat itu ia titipkan pada seorang pembantu setianya yang bisa
dipercaya. Ia berpesan agar surat itu langsung sampai ke tangan Zahid.
Tidak boleh ada orang ketiga yang membacanya. Dan meminta jawaban
Zahid saat itu juga.
Hari itu juga surat Afirah sampai ke tangan Zahid. Dengan hati
berbunga-bunga Zahid menerima surat itu dan membacanya. Setelah
tahu isinya seluruh tubuhnya bergetar hebat. Iamenarik nafas panjang
dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dengan berlinang air mata ia
menulis untuk Afirah :
Kepada Afirah,
Salamullahi’alaiki,
Benar aku sangat mencintaimu. Namun sakit dan deritaku ini tidaklah
semata-mata karena rasa cintaku padamu. Sakitku ini karena aku
menginginkan sebuah cinta suci yang mendatangkan pahala dan diridhai
Allah ‘Azza Wa Jalla’. Inilah yang kudamba. Dan aku ingin mendamba
yang sama. Bukan sebuah cinta yang menyeret kepada kenistaan dosa
dan murka-Nya.
Afirah,
Kedua tawaranmu itu tak ada yang kuterima. Aku ingin mengobati
kehausan jiwa ini dengan secangkir air cinta dari surga. Bukan air timah
dari neraka. Afirah,
“Inni akhaafu in ‘ashaitu Rabbi adzaaba yaumin ‘adhim!” ( Sesungguhnya
aku takut akan siksa hari yang besar jika aku durhaka pada Rabb-ku. Az
Zumar : 13 )
Afirah,
Jika kita terus bertakwa. Allah akan memberikan jalan keluar. Tak ada
yang bisa aku lakukan saat ini kecuali menangis pada-Nya. Tidak mudah
meraih cinta berbuah pahala. Namun aku sangat yakin dengan
firmannya :
“Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik,
dan laki-laki yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik
(pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik
dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).
Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh
mereka. Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (yaitu surga).”
Karena aku ingin mendapatkan seorang bidadari yang suci dan baik
maka aku akan berusaha kesucian dan kebaikan. Selanjutnya Allahlah
yang menentukan.
Afirah,
Bersama surat ini aku sertakan sorbanku, semoga bisa jadi pelipur lara
dan rindumu. Hanya kepada Allah kita serahkan hidup dan mati kita.
Wassalam,
Zahid
===========================================
Begitu membaca jawaban Zahid itu Afirah menangis. Ia menangis bukan
karena kecewa tapi menangis karena menemukan sesuatu yang sangat
berharga, yaitu hidayah. Pertemuan dan percintaannya dengan seorang
pemuda saleh bernama Zahid itu telah mengubah jalan hidupnya.
Sejak itu ia menanggalkan semua gaya hidupnya yang glamor. Ia
berpaling dari dunia dan menghadapkan wajahnya sepenuhnya untuk
akhirat. Sorban putih pemberian Zahid ia jadikan sajadah, tempat
dimana ia bersujud, dan menangis di tengah malam memohon ampunan
dan rahmat Allah SWT. Siang ia puasa malam ia habiskan dengan
bermunajat pada Tuhannya. Diatas sajadah putih ia menemukan cinta
yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada Allah SWT. Hal
yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya benar-benar
larut dalam samudera cinta kepada Allah SWT.
Allah Maha Rahman dan Rahim. Beberapa bulan kemudian Zahid
menerima sepucuk surat dari Afirah :
Kepada Zahid,
Assalamu’alaikum,
Segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan yang memberi jalan keluar hamba-
Nya yang bertakwa. Hari ini ayahku memutuskan tali pertunanganku
dengan Yasir. Beliau telah terbuka hatinya. Cepatlah kau datang
melamarku. Dan kita laksanakan pernikahan mengikuti sunnah
Rasululullah SAW. Secepatnya.
Wassalam,
Afirah
===========================================
Seketika itu Zahid sujud syukur di mihrab masjid Kufah. Bunga-bunga
cinta bermekaran dalam hatinya. Tiada henti bibirnya mengucapkan
hamdalah.

Ketika Derita Mengabadikan Cinta ( Habiburahman As sairozi )

Habiburrahman As Sairozi
 
"Kini tiba saatnya kita semua mendengarkan nasihat pernikahan untuk
kedua mempelai yang akan disampaikan oleh yang terhormat Prof. Dr.
Mamduh Hasan Al-Ganzouri . Beliau adalah Ketua Ikatan Dokter Kairo dan
Dikrektur Rumah Sakit Qashrul Aini, seorang pakar syaraf terkemuka di
Timur Tengah, yang tak lain adalah juga dosen kedua mempelai. Kepada
Professor dipersilahkan. ..."
Suara pembawa acara walimatul urs itu menggema di seluruh ruangan
resepsi pernikahan nan mewah di Hotel Hilton Ramses yang terletak di
tepi sungai Nil, Kairo. Seluruh hadirin menanti dengan penasaran, apa
kiranya yang akan disampaikan pakar syaraf jebolan London itu. Hati
mereka menanti-nanti mungkin akan ada kejutan baru mengenai hubungan
pernikahan dengan kesehatan syaraf dari professor yang murah senyum dan
sering nongol di televisi itu.
Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih
melangkah menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya
memancarkan wibawa. Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa ia
memang seorang ilmuan berbobot. Sorot matanya yang tajam dan kuat,
mengisyaratkan pribadi yang tegas. Begitu sampai di podium, kamera video
dan lampu sorot langsung shoot ke arahnya. Sesaat sebelum bicara,
seperti biasa, ia sentuh gagang kacamatanya, lalu...
Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu'ala Rasulillah, amma
ba'du. Sebelumnya saya mohon ma'af , saya tidak bisa memberi nasihat
lazimnya para ulama, para mubhaligh dan para ustadz. Namun pada
kesempatan kali ini perkenankan saya bercerita...
Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini bukan fiktif belaka dan bukan
cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai harganya,
yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya. Harapan saya,
mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan Allah bisa
mengambil hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Ambilah mutiaranya
dan buanglah lumpurnya.
Saya berharap kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras,
melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian, serta menghadirkan
kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya.
Tiga puluh tahun yang lalu... Saya adalah seorang pemuda, hidup di
tengah keluarga bangsawan menengah ke atas. Ayah saya seorang perwira
tinggi, keturunan "Pasha" yang terhormat di negeri ini. Ibu saya tak
kalah terhormatnya, seorang lady dari keluarga aristokrat terkemuka di
Ma'adi, ia berpendidikan tinggi, ekonom jebolan Sorbonne yang memegang
jabatan penting dan sangat dihormati kalangan elit politik di negeri ini.
Saya anak sulung, adik saya dua, lelaki dan perempuan. Kami hidup dalam
suasana aristokrat dengan tatanan hidup tersendiri. Perjalanan hidup
sepenuhnya diatur dengan undang-undang dan norma aristokrat. Keluarga
besar kami hanya mengenal pergaulan dengan kalangan aristokrat atau
kalangan high class yang sepadan! Entah kenapa saya merasa tidak puas
dengan cara hidup seperti ini. Saya merasa terkukung dan terbelenggu
dengan strata sosial yang didewa-dewakan keluarga. Saya tidak merasakan
benar hidup yang saya cari. Saya lebih merasa hidup justru saat bergaul
dengan teman-teman dari kalangan bawah yang menghadapi hidup dengan
penuh rintangan dan perjuangan. Hal ini ternyata membuat gusar keluarga
saya, mereka menganggap saya ceroboh dan tidak bisa menjaga status
sosial keluarga. Pergaulan saya dengan orang yang selalu basah keringat
dalam mencari pengganjal perut dianggap memalukan keluarga.
Namun saya tidak peduli. Karena ayah memperoleh warisan yan sangat besar
dari kakek, dan ibu mampu mengembangkannya dengan berlipat ganda, maka
kami hidup mewah dengan selera tinggi. Jika musim panas tiba, kami biasa
berlibur ke luar negri, ke Paris, Roma, Sydney atau kota besar dunia
lainnya. Jika berlibur di dalam negeri ke Alexandria misalnya, maka
pilihan keluarga kami adalah hotel San Stefano atau hotel mewah di
Montaza yang berdekatan dengan istana Raja Faruq.
Begitu masuk fakultas kedokteran, saya dibelikan mobil mewah.
Berkali-kali saya minta pada ayah untuk menggantikannya dengan mobil
biasa saja, agar lebih enak bergaul dengan teman-teman dan para dosen.
Tetapi beliau menolak mentah-mentah.
"Justru dengan mobil mewah itu kamu akan dihormati siapa saja" tegas
ayah. Terpaksa saya pakai mobil itu meskipun dalam hati saya membantah
habis-habisan pendapat materialis ayah. Dan agar lebih nyaman di hati,
saya parkir mobil itu agak jauh dari tempat kuliah. Ketika itu saya
jatuh cinta pada teman kuliah.
Seorang gadis yang penuh pesona lahir batin. Saya tertarik dengan
kesederhanaan, kesahajaan, dan kemuliaan ahlaknya. Dari keteduhan
wajahnya saya menangkap dalam relung hatinya tersimpan kesetiaan dan
kelembutan tiada tara. Kecantikan dan kecerdasannya sangat menajubkan.
Ia gadis yang beradab dan berprestasi, sama seperti saya.
Gayung pun bersambut. Dia ternyata juga mencintai saya. Saya merasa
telah menemukan pasangan hidup yang tepat. Kami berjanji untuk
menempatkan cinta ini dalam ikatan suci yang diridhai Allah, yaitu
ikatan pernikahan. Akhirnya kami berdua lulus dengan nilai tertinggi di
fakultas. Maka datanglah saat untuk mewujudkan impian kami berdua
menjadi kenyataan. Kami ingin memadu cinta penuh bahagia di jalan yang
lurus.
Saya buka keinginan saya untuk melamar dan menikahi gadis pujaan hati
pada keluarga. Saya ajak dia berkunjung ke rumah. Ayah, ibu, dan
saudara-saudara saya semuanya takjub dengan kecantikan, kelembutan, dan
kecerdasannya. Ibu saya memuji cita rasanya dalam memilih warna pakaian
serta tutur bahasanya yang halus.
Usai kunjungan itu, ayah bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Begitu saya
beritahu, serta merta meledaklah badai kemarahan ayah dan membanting
gelas yang ada di dekatnya. Bahkan beliau mengultimatum: Pernikahan ini
tidak boleh terjadi selamanya!
Beliau menegaskan bahwa selama beliau masih hidup rencana pernikahan
dengan gadis berakhlak mulia itu tidak boleh terjadi. Pembuluh otak saya
nyaris pecah pada saat itu menahan remuk redam kepedihan batin yang tak
terkira.
Hadirin semua, apakah anda tahu sebabnya? Kenapa ayah saya berlaku
sedemikian sadis? Sebabnya, karena ayah calon istri saya itu tukang
cukur....tukang cukur, ya... sekali lagi tukang cukur! Saya katakan
dengan bangga. Karena, meski hanya tukang cukur, dia seorang lelaki
sejati. Seorang pekerja keras yang telah menunaikan kewajibannya dengan
baik kepada keluarganya. Dia telah mengukir satu prestasi yang tak
banyak dilakukan para bangsawan "Pasha". Lewat tangannya ia lahirkan
tiga dokter, seorang insinyur dan seorang letnan, meskipun dia sama
sekali tidak mengecap bangku pendidikan.
Ibu, saudara dan semua keluarga berpihak kepada ayah. Saya berdiri
sendiri, tidak ada yang membela. Pada saat yang sama adik saya membawa
pacarnya yang telah hamil 2 bulan ke rumah. Minta direstui. Ayah ibu
langsung merestui dan menyiapkan biaya pesta pernikahannya sebesar 500
ribu ponds. Saya protes kepada mereka, kenapa ada perlakuan tidak adil
seperti ini? Kenapa saya yang ingin bercinta di jalan yang lurus tidak
direstui, sedangkan adik saya yang jelas-jelas telah berzina, bergonta-ganti
pacar dan akhirnya menghamili pacarnya yang entah yang ke berapa di luar
akad nikah malah direstui dan diberi fasilitas maha besar?
Dengan enteng ayah menjawab. "Karena kamu memilih pasangan hidup dari
strata yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga, sedangkan pacar
adik kamu yang hamil itu anak menteri, dia akan menaikkan martabat
keluarga besar Al Ganzouri."
Hadirin semua, semakin perih luka dalam hati saya. Kalau dia bukan ayah
saya, tentu sudah saya maki habis-habisan. Mungkin itulah tanda kiamat
sudah dekat, yang ingin hidup bersih dengan menikah dihalangi, namun yang
jelas berzina justru difasilitasi.
Dengan menyebut asma Allah, saya putuskan untuk membela cinta dan hidup
saya. Saya ingin buktikan pada siapa saja, bahwa cara dan pasangan bercinta
pilihan saya adalah benar. Saya tidak ingin apa-apa selain menikah dan hidup
baik-baik sesuai dengan tuntunan suci yang saya yakini kebenarannya. Itu
saja.
Saya bawa kaki ini melangkah ke rumah kasih dan saya temui ayahnya.
Dengan penuh kejujuran saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dengan
harapan beliau berlaku bijak merestui rencana saya. Namun, la haula wala
quwwata illa billah, saya dikejutkan oleh sikap beliau setelah mengetahui
penolakan keluarga saya. Beliaupun menolak mentah-mentah untuk
mengawinkan putrinya dengan saya. Ternyata beliau menjawabnya dengan
reaksi lebih keras, beliau tidak menganggapnya sebagai anak jika tetap nekad
menikah dengan saya.
Kami berdua bingung, jiwa kami tersiksa. Keluarga saya menolak
pernikahan ini terjadi karena alasan status sosial , sedangkan keluarga
dia menolak karena alasan membela kehormatan. Berhari-hari saya dan dia
hidup berlinang air mata, beratap dan bertanya kenapa orang-orang itu
tidak memiliki kesejukan cinta? Setelah berpikir panjang, akhirnya saya
putuskan untuk mengakhiri penderitaan ini.
Suatu hari saya ajak gadis yang saya cintai itu ke kantor ma'dzun syari
(petugas pencatat nikah) disertai 3 orang sahabat karibku. Kami berikan
identitas kami dan kami minta ma'dzun untuk melaksanakan akad nikah kami
secara syari'ah mengikuti mahzab imam Hanafi.
Ketika Ma'dzun menuntun saya, "Mamduh, ucapkanlah kalimat ini: Saya
terima nikah kamu sesuai dengan sunatullah wa rasulih dan dengan mahar
yang kita sepakati bersama serta dengan memakai mahzab Imam Abu
Hanifah." Seketika itu bercucuranlah air mata saya, air mata dia dan air
mata 3 sahabat saya yang tahu persis detail perjalanan menuju akad nikah
itu.
Kami keluar dari kantor itu resmi menjadi suami-isteri yang sah di mata
Allah SWT dan manusia. Saya bisikkan ke istri saya agar menyiapkan
kesabaran lebih, sebab rasanya penderitaan ini belum berakhir. Seperti
yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir, akad nikah kami membuat
murka keluarga. Prahara kehidupan menanti di depan mata.
Begitu mencium pernikahan kami, saya diusir oleh ayah dari rumah. Mobil
dan segala fasilitas yang ada disita. Saya pergi dari rumah tanpa membawa
apa-apa. Kecuali tas kumal berisi beberapa potong pakaian dan uang
sebanyak 4 pound saja! Itulah sisa uang yang saya miliki sehabis membayar
ongkos akad nikah di kantor ma'dzun.
Begitu pula dengan istriku, ia pun diusir oleh keluarganya. Lebih tragis lagi
ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian dan uang sebanyak 2 pound, tak
lebih! Total kami hanya pegang uang 6 pound atau 2 dolar!!!
Ah, apa yang bisa kami lakukan dengan uang 6 pound? Kami berdua bertemu
di jalan layaknya gelandangan. Saat itu adalah bulan Februari, tepat pada
puncak musim dingin. Kami menggigil, rasa cemas, takut, sedih dan sengsara
campur aduk menjadi satu. Hanya saja saat mata kami yang berkaca-kaca
bertatapan penuh cinta dan jiwa menyatu dalam dekapan kasih sayang, rasa
berdaya dan hidup menjalari sukma kami.
"Habibi, maafkan kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti
ini. Maafkan Kanda!" "Tidak... Kanda tidak salah, langkah yang kanda
tempuh benar. Kita telah berpikir benar dan bercinta dengan benar.
Merekalah yang tidak bisa menghargai kebenaran. Mereka masih diselimuti
cara berpikir anak kecil.
Suatu ketika mereka akan tahu bahwa kita benar dan tindakan mereka salah.
Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita tempuh ini. Percayalah, insya
Allah, saya akan setia mendampingi kanda, selama kanda tetap setia
membawa dinda ke jalan yang lurus. Kita akan buktikan kepada mereka
bahwa kita bisa hidup dan jaya dengan keyakinan cinta kita. Suatu ketika saat
kita gapai kejayaan itu kita ulurkan tangan kita dan kita berikan senyum kita
pada mereka dan mereka akan menangis haru.
Air mata mereka akan mengalir deras seperti derasnya air mata derita kita
saat ini," jawab isteri saya dengan terisak dalam pelukan. Kata-katanya
memberikan sugesti luar biasa pada diri saya. Lahirlah rasa optimisme untuk
hidup. Rasa takut dan cemas itu sirna seketika. Apalagi teringat bahwa satu
bulan lagi kami akan diangkat menjadi dokter. Dan sebagai lulusan terbaik
masing-masing dari kami akan menerima penghargaan dan uang sebanyak 40
pound.
Malam semakin melarut dan hawa dingin semakin menggigit. Kami duduk di
emperan toko berdua sebagai gembel yang tidak punya apa-apa. Dalam
kebekuan, otak kami terus berputar mencari jalan keluar. Tidak mungkin
kami tidur di emperan toko itu. Jalan keluar pun datang juga. Dengan sisa
uang 6 pound itu kami masih bisa meminjam sebuah toko selama 24 jam.
Saya berhasil menghubungi seorang teman yang memberi pinjaman sebanyak
50 pound. Ia bahkan mengantarkan kami mencarikan losmen ala kadarnya
yang murah. Saat kami berteduh dalam kamar sederhana, segera kami
disadarkan kembali bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah,
kami harus mengarunginya berdua dan tidak ada yang menolong kecuali
cinta, kasih sayang dan perjuangan keras kami berdua serta rahmat Allah
SWT.
Kami hidup dalam losmen itu beberapa hari, sampai teman kami berhasil
menemukan rumah kontrakan sederhana di daerah kumuh Syubra Khaimah.
Bagi kaum aristokrat, rumah kontrakan kami mungkin dipandang
sepantasnya adalah untuk kandang binatang kesayangan mereka. Bahkan
rumah binatang kesayangan mereka mungkin lebih bagus dari rumah
kontrakan kami.
Namun bagi kami adalah hadiah dari langit. Apapun bentuk rumah itu, jika
seorang gelandangan tanpa rumah menemukan tempat berteduh ia bagai
mendapat hadiah agung dari langit. Kebetulan yang punya rumah sedang
membutuhkan uang, sehingga dia menerima akad sewa tanpa uang jaminan
dan uang administrasi lainnya. Jadi sewanya tak lebih dari 25 pound saja
untuk 3 bulan.
Betapa bahagianya kami saat itu, segera kami pindah kesana. Lalu kami
pergi membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya. Tak lebih dari
sebuah kasur kasar dari kapas, dua bantal, satu meja kayu kecil, dua
kursi dan satu kompor gas sederhana sekali, kipas dan dua cangkir dari
tanah, itu saja... tak lebih.
Dalam hidup bersahaja dan belum dikatakan layak itu, kami merasa tetap
bahagia, karena kami selalu bersama. Adakah di dunia ini kebahagiaan
melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta? Hidup bahagia
adalah hidup dengan gairah cinta. Dan kenapakah orang-orang di dunia
merindukan surga di akhirat? Karena di surga Allah menjanjikan cinta.
Ah, saya jadi teringat perkataan Ibnu Qayyim, bahwa nikmatnya
persetubuhan cinta yang dirasa sepasang suami-isteri di dunia adalah
untuk memberikan gambaran setetes nikmat yang disediakan oleh Allah di
surga. Jika percintaan suami-isteri itu nikmat, maka surga jauh lebih
nikmat dari semua itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa dibayangkan.
Yang paling nikmat adalah cinta yang diberikan oleh Allah kepada
penghuni surga , saat Allah memperlihatkan wajah-Nya. Dan tidak semua
penghuni surga berhak menikmati indahnya wajah Allah SWT.
Untuk nikmat cinta itu, Allah menurunkan petunjuknya yaitu Al-Qur'an dan
Sunnah Rasul. Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah-lah yang berhak
memperoleh segala cinta di surga. Melalui penghayatan cinta ini, kami
menemukan jalan-jalan lurus mendekatkan diri kepada-Nya. Istri saya jadi
rajin membaca Al-Qur'an, lalu memakai jilbab, dan tiada putus shalat
malam. Di awal malam ia menjelma menjadi Rabi'ah Adawiyah yang larut
dalam samudra munajat kepada Tuhan.
Pada waktu siang ia adalah dokter yang penuh pengabdian dan belas
kasihan. Ia memang wanita yang berkarakter dan berkepribadian kuat, ia
bertekad untuk hidup berdua tanpa bantuan siapapun, kecuali Allah SWT.
Dia juga seorang wanita yang pandai mengatur keuangan. Uang sewa
sebanyak 25 poud yang tersisa setelah membayar sewa rumah cukup untuk
makan dan transportasi selama sebulan.
Tetanggga-tetangga kami yang sederhana sangat mencintai kami, dan
kamipun mencintai mereka. Mereka merasa kasihan melihat kemelaratan dan
derita hidup kami, padahal kami berdua adalah dokter. Sampai-sampai ada
yang bilang tanpa disengaja,"Ah, kami kira para dokter itu pasti kaya
semua, ternyata ada juga yang melarat sengsara seperti Mamduh dan
isterinya."
Akrabnya pergaulan kami dengan para tetangga banyak mengurangi nestapa
kami. Beberapa kali tetangga kami menawarkan bantuan-bantuan kecil
layaknya saudara sendiri. Ada yang menawarkan kepada isteri agar
menitipkan saja cuciannya pada mesin cuci mereka karena kami memang
dokter yang sibuk. Ada yang membelikan kebutuhan dokter. Ada yang
membantu membersihkan rumah. Saya sangat terkesan dengan pertolonganpertolongan
mereka.
Kehangatan tetangga itu seolah-olah pengganti kasarnya perlakuan yang
kami terima dari keluarga kami sendiri. Keluarga kami bahkan tidak
terpanggil sama sekali untuk mencari dan mengunjungi kami. Yang lebih
menyakitkan mereka tidak membiarkan kami hidup tenang.
Suatu malam, ketika kami sedang tidur pulas, tiba-tiba rumah kami
digedor dan didobrak oleh 4 bajingan kiriman ayah saya. Mereka merusak
segala perkakas yang ada. Meja kayu satu-satunya, mereka patah-patahkan,
begitu juga dengan kursi. Kasur tempat kami tidur satu-satunya mereka
robek-robek. Mereka mengancam dan memaki kami dengan kata-kata kasar.
Lalu mereka keluar dengan ancaman, "Kalian tak akan hidup tenang, karena
berani menentang Tuan Pasha."
Yang mereka maksudkan dengan Tuan "Pasha" adalah ayah saya yang kala
itu pangkatnya naik menjadi jendral. Ke-empat bajingan itu pergi. Kami
berdua berpelukan, menangis bareng berbagi nestapa dan membangun
kekuatan. Lalu kami tata kembali rumah yang hancur. Kami kumpulkan lagi
kapas-kapas yang berserakan, kami masukan lagi ke dalam kasur dan kami
jahit kasur yang sobek-sobek tak karuan itu. Kami tata lagi buku-buku
yang berantakan. Meja dan kursi yang rusak itu berusaha kami perbaiki.
Lalu kami tertidur kecapaian dengan tangan erat bergenggaman, seolah
eratnya genggaman inilah sumber rasa aman dan kebahagiaan yang
meringankan intimidasi hidup ini.
Benar, firasat saya mengatakan ayah tidak akan membiarkan kami hidup
tenang. Saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa ayah telah
merancang skenario keji untuk memenjarakan isteri saya dengan tuduhan
wanita tuna susila. Semua orang juga tahu kuatnya intelijen militer di
negeri ini. Mereka berhak melaksanakan apa saja dan undang-undang berada
di telapak kaki mereka. Saya hanya bisa pasrah total kepada Allah
mendengar hal itu.
Dan Masya Allah! Ayah telah merancang skenario itu dan tidak
mengurungkan niat jahatnya itu, kecuali setelah seorang teman karibku
berhasil memperdaya beliau dengan bersumpah akan berhasil membujuk saya
agar menceraikan isteri saya. Dan meminta ayah untuk bersabar dan tidak
menjalankan skenario itu , sebab kalau itu terjadi pasti pemberontakan
saya akan menjadi lebih keras dan bisa berbuat lebih nekad.
Tugas temanku itu adalah mengunjungi ayahku setiap pekan sambil meminta
beliau sabar, sampai berhasil meyakinkan saya untuk mencerai isteriku.
Inilah skenario temanku itu untuk terus mengulur waktu, sampai ayah
turun marahnya dan melupakan rencana kejamnya. Sementara saya bisa
mempersiapkan segala sesuatu lebih matang.
Beberapa bulan setelah itu datanglah saat wajib militer. Selama satu
tahun penuh saya menjalani wajib militer. Inilah masa yang saya
takutkan, tidak ada pemasukan sama sekali yang saya terima kecuali 6
pound setiap bulan. Dan saya mesti berpisah dengan belahan jiwa yang
sangat saya cintai.
Nyaris selama 1 tahun saya tidak bisa tidur karena memikirkan
keselamatan isteri tercinta. Tetapi Allah tidak melupakan kami, Dialah
yang menjaga keselamatan hamba-hamba-Nya yang beriman. Isteri saya
hidup selamat bahkan dia mendapatkan kesempatan magang di sebuah klinik
kesehatan dekat rumah kami.
Jadi selama satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan rahmat Allah
SWT. Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu
kepada kekasih hati. Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan
keindahan. Malam itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang putih
bersih. Ia tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya. Saya teringat
puisi seorang penyair Palestina yang memimpikan hidup bahagia dengan
pendamping setia & lepas dari belenggu derita:
/Sambil menatap kaki langit/
/Kukatakan kepadanya/
/Di sana... di atas lautan pasir kita akan berbaring/
/Dan tidur nyenyak sampai subuh tiba/
/Bukan karna ketiadaan kata-kata/
/Tapi karena kupu-kupu kelelahan/
/Akan tidur di atas bibir kita/
/Besok, oh cintaku... besok/
/Kita akan bangun pagi sekali/
/Dengan para pelaut dan perahu layar mereka/
/Dan akan terbang bersama angin/
/Seperti burung-burung/
Yah... saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari
nestapa dan derita. Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta. Namun
dia ternyata punya pandangan lain. Dia malah bersih keras untuk masuk
program Magister bersama!
"Gila... ide gila!!!" pikirku saat itu. Bagaimana tidak...ini adalah saat paling
tepat untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari pekerjaan sebagai dokter
di negara Teluk, demi menjauhi permusuhan keluarga yang tidak berperasaan.
Tetapi istri saya tetap bersikukuh untuk meraih gelar Magister dan menjawab
logika yang saya tolak, "Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita
dan mendapat tawaran dari Fakultas sehingga akan mendapatkan keringanan
biaya, kita harus sabar sebentar menahan derita untuk meraih keabadian cinta
dalam kebahagiaan. Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa tidak
sekalian kita rengguk sum-sum penderitaan ini. Kita sempurnakan prestasi
akademis kita, dan kita wujudkan mimpi indah kita."
Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau
ketakutan sama sekali. Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku pun
luluh. Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran dan
kekuatan jiwanya. Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan
mulailah kami memasuki hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan
pas-pasan, sementara kebutuhan kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk
praktek, buku, dll. Nyaris kami hidup laksana kaum Sufi, makan hanya
dengan roti dan air. Hari-hari yang kami lalui lebih berat dari hari-hari awal
pernikahan kami.
Malam hari kami lalui bersama dengan perut kosong, teman setia kami
adalah air keran. Masih terekam dalam memori saya, bagaimana kami
belajar bersama dalam suatu malam sampai didera rasa lapar yang tak
terperikan, kami obati dengan air. Yang terjadi malah kami muntah-muntah.
Terpaksa uang untuk beli buku kami ambil untuk pengganjal perut.
Siang hari, jangan tanya... kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan itu,
terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan. Meski demikian melaratnya, kami
merasa bahagia. Kami tidak pernah menyesal atau mengeluh sedikitpun.
Tidak pernah saya melihat istri saya mengeluh, menagis dan sedih ataupun
marah karena suatu sebab. Kalaupun dia menangis, itu bukan karena
menyesali nasibnya, tetapi dia malah lebih kasihan kepada saya. Dia
kasihan melihat keadaan saya yang asalnya terbiasa hidup mewah,
tiba-tiba harus hidup sengsara layaknya gelandangan.
Sebaliknya, sayapun merasa kasihan melihat keadaannya, dia yang asalnya
hidup nyaman dengan keluarganya, harus hidup menderita di rumah
kontrakan yang kumuh dan makan ala kadarnya. Timbal balik perasaan ini
ternya menciptakan suasana mawaddah yang luar biasa kuatnya dalam diri
kami. Saya tidak bisa lagi melukiskan rasa sayang, hormat, dan cinta
yang mendalam padanya.
Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya
adalah wajah istri saya yang lagi serius belajar. Kutatap wajahnya
dalam-dalam. Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan, dia
akan mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh cinta
dengan senyumnya yang khas. Jika sudah demikian, penderitaan terlupakan
semua. Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia di dunia ini.
"Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang..." bisiknya mesra
sambil tersenyum. Lalu kami teruskan belajar dengan semangat membara.
Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih gelar
Magister dengan waktu tercepat di Mesir. Hanya 2 tahun saja! Namun, kami
belum keluar dari derita. Setelah meraih gelar Magister pun kami masih
hidup susah, tidur di atas kasur tipis dan tidak ada istilah makan enak dalam
hidup kami.
Sampai akhirnya rahmat Allah datang juga. Setelah usaha keras, kami
berhasil meneken kontrak kerja di sebuah rumah sakit di Kuwait. Dan
untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka, kami
mengenal hidup layak dan tenang. Kami hidup di rumah yang mewah,
merasakan kembali tidur di kasur empuk dan kembali mengenal masakan
lezat.
Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua di Heliopolis,
Kairo. Sebenarnya, saya rindu untuk kembali ke Mesir setelah memiliki
rumah yang layak. Tetapi istriku memang 'edan'. Ia kembali mengeluarkan
ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program Doktor Spesialis di London,
juga dengan logika yang sulit saya tolak: "Kita dokter yang berprestasi. Harihari
penuh derita telah kita lalui, dan kita kini memiliki uang yang cukup
untuk mengambil gelar Doktor di London. Setelah bertahun-tahun hidup di
lorong kumuh, tak ada salahnya kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi
sambil merasakan hidup di negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah
menyediakan dana tambahan."
Kucium kening istriku, dan bismillah... kami berangkat ke London.
Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol gelar
Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya spesialis jantung.
Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak kerja
baru di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya. Bahkan saya diangkat
sebagai direktur rumah sakit, dan istri saya sebagai wakilnya! Kami juga
mengajar di Universitas.
satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan rahmat Allah
SWT. Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu
kepada kekasih hati. Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan
keindahan. Malam itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang putih
bersih. Ia tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya. Saya teringat
puisi seorang penyair Palestina yang memimpikan hidup bahagia dengan
pendamping setia & lepas dari belenggu derita:
/Sambil menatap kaki langit/
/Kukatakan kepadanya/
/Di sana... di atas lautan pasir kita akan berbaring/
/Dan tidur nyenyak sampai subuh tiba/
/Bukan karna ketiadaan kata-kata/
/Tapi karena kupu-kupu kelelahan/
/Akan tidur di atas bibir kita/
/Besok, oh cintaku... besok/
/Kita akan bangun pagi sekali/
/Dengan para pelaut dan perahu layar mereka/
/Dan akan terbang bersama angin/
/Seperti burung-burung/
Yah... saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari
nestapa dan derita. Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta. Namun
dia ternyata punya pandangan lain. Dia malah bersih keras untuk masuk
program Magister bersama!
"Gila... ide gila!!!" pikirku saat itu. Bagaimana tidak...ini adalah saat paling
tepat untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari pekerjaan sebagai dokter
di negara Teluk, demi menjauhi permusuhan keluarga yang tidak berperasaan.
Tetapi istri saya tetap bersikukuh untuk meraih gelar Magister dan menjawab
logika yang saya tolak, "Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita
dan mendapat tawaran dari Fakultas sehingga akan mendapatkan keringanan
biaya, kita harus sabar sebentar menahan derita untuk meraih keabadian cinta
dalam kebahagiaan. Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa tidak
sekalian kita rengguk sum-sum penderitaan ini. Kita sempurnakan prestasi
akademis kita, dan kita wujudkan mimpi indah kita."
Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau
ketakutan sama sekali. Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku pun
luluh. Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran dan
kekuatan jiwanya. Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan
mulailah kami memasuki hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan
pas-pasan, sementara kebutuhan kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk
praktek, buku, dll. Nyaris kami hidup laksana kaum Sufi, makan hanya
dengan roti dan air. Hari-hari yang kami lalui lebih berat dari hari-hari awal
pernikahan kami.
Malam hari kami lalui bersama dengan perut kosong, teman setia kami
adalah air keran. Masih terekam dalam memori saya, bagaimana kami
belajar bersama dalam suatu malam sampai didera rasa lapar yang tak
terperikan, kami obati dengan air. Yang terjadi malah kami muntah-muntah.
Terpaksa uang untuk beli buku kami ambil untuk pengganjal perut.
Siang hari, jangan tanya... kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan itu,
terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan. Meski demikian melaratnya, kami
merasa bahagia. Kami tidak pernah menyesal atau mengeluh sedikitpun.
Tidak pernah saya melihat istri saya mengeluh, menagis dan sedih ataupun
marah karena suatu sebab. Kalaupun dia menangis, itu bukan karena
menyesali nasibnya, tetapi dia malah lebih kasihan kepada saya. Dia
kasihan melihat keadaan saya yang asalnya terbiasa hidup mewah,
tiba-tiba harus hidup sengsara layaknya gelandangan.
Sebaliknya, sayapun merasa kasihan melihat keadaannya, dia yang asalnya
hidup nyaman dengan keluarganya, harus hidup menderita di rumah
kontrakan yang kumuh dan makan ala kadarnya. Timbal balik perasaan ini
ternya menciptakan suasana mawaddah yang luar biasa kuatnya dalam diri
kami. Saya tidak bisa lagi melukiskan rasa sayang, hormat, dan cinta
yang mendalam padanya.
Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya
adalah wajah istri saya yang lagi serius belajar. Kutatap wajahnya
dalam-dalam. Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan, dia
akan mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh cinta
dengan senyumnya yang khas. Jika sudah demikian, penderitaan terlupakan
semua. Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia di dunia ini.
"Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang..." bisiknya mesra
sambil tersenyum. Lalu kami teruskan belajar dengan semangat membara.
Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih gelar
Magister dengan waktu tercepat di Mesir. Hanya 2 tahun saja! Namun, kami
belum keluar dari derita. Setelah meraih gelar Magister pun kami masih
hidup susah, tidur di atas kasur tipis dan tidak ada istilah makan enak dalam
hidup kami.
Sampai akhirnya rahmat Allah datang juga. Setelah usaha keras, kami
berhasil meneken kontrak kerja di sebuah rumah sakit di Kuwait. Dan
untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka, kami
mengenal hidup layak dan tenang. Kami hidup di rumah yang mewah,
merasakan kembali tidur di kasur empuk dan kembali mengenal masakan
lezat.
Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua di Heliopolis,
Kairo. Sebenarnya, saya rindu untuk kembali ke Mesir setelah memiliki
rumah yang layak. Tetapi istriku memang 'edan'. Ia kembali mengeluarkan
ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program Doktor Spesialis di London,
juga dengan logika yang sulit saya tolak: "Kita dokter yang berprestasi. Harihari
penuh derita telah kita lalui, dan kita kini memiliki uang yang cukup
untuk mengambil gelar Doktor di London. Setelah bertahun-tahun hidup di
lorong kumuh, tak ada salahnya kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi
sambil merasakan hidup di negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah
menyediakan dana tambahan."
Kucium kening istriku, dan bismillah... kami berangkat ke London.
Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol gelar
Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya spesialis jantung.
Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak kerja
baru di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya. Bahkan saya diangkat
sebagai direktur rumah sakit, dan istri saya sebagai wakilnya! Kami juga
mengajar di Universitas.
Kami pun dikaruniai seorang putri yang cantik dan cerdas. Saya namai dia
dengan nama istri terkasih, belahan jiwa yang menemaniku dalam suka dan
duka, yang tiada henti mengilhamkan kebajikan. Lima tahun setelah itu,
kami pindah kembali ke Kairo setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji
di Tanah Haram. Kami kembali laksana raja dan permaisurinya yang pulang
dari lawatan keliling dunia. Kini kami hidup bahagia, penuh cinta dan
kedamaian setelah lebih dari 9 tahun hidup menderita, melarat dan sengsara.
Mengenang masa lalu, maka bertambahlah rasa syukur kami kepada Allah
swt dan bertambahlan rasa cinta kami. Ini kisah nyata yang saya sampaikan
sebagai nasehat hidup. Jika hadirin sekalian ingin tahu istri salehah yang saya
cintai dan mencurahkan cintanya dengan tulus, tanpa pernah surut sejak
pertemuan pertama sampai saat ini, di kala suka dan duka, maka lihatlah
wanita berjilbab biru yang menunduk di barisan depan kaum ibu, tepat di
sebelah kiri artis berjilbab Huda Sulthan. Dialah istri saya tercinta yang
mengajarkan bahwa penderitaan bisa mengekalkan cinta. Dialah Prof Dr
Shiddiqa binti Abdul Aziz..."
Tepuk tangan bergemuruh mengiringi gerak kamera video menyorot sosok
perempuan separoh baya yang tampak anggun dengan jilbab biru. Perempuan
itu tengah mengusap kucuran air matanya. Kamera juga merekam mata Huda
Sulthan yang berkaca-kaca, lelehan air mata haru kedua mempelai, dan
segenap hadirin yang menghayati cerita ini dengan seksama.

Penderitaan Mereka adalah Inspirasi Hidayah

Oleh: M. Syamsi Ali

Dua minggu lalu, selepas jum’at saya menemukan secarik kerta di atas meja kantor saya di Islamic Cultural Center of New York. Isinya kira-kira berbunyi ‘I have been trying to reach you but never had a good luck! Would you please call me back? Karen’.

Berhubung karena berbagai kesibukan lainnya, saya menunda menelpon balik Karen higga dua hari lalu. ‘Oh….thank you so much for getting back to me!’, jawabnya ketika saya perkenalkan diri dari Islamic Center of New York. ‘I am really sorry for delaying to call you back’, kata saya, sambil menanyakan siapa dan apa latar belakang sang penelpon.

‘Hi, I am sorry! My name is Karen Henderson, and I am a professor at the NYU (New York University)’, katanya.

‘And so what I can do for you?’ tanyaku. Dia kemudian menanyakan jika saya ada beberapa menit untuk berbicara lewat telpon. ‘Yes, certainly I have, just for you, professor!’ candaku. ‘Oh.. that is so kind of you!’, jawabnya.

Karen kemudian bercerita panjang mengenai dirinya, latar belakang keluarganya, profesinya, dan bahkan status sosialnya.

‘I am a professor teaching sociology at the New York University’, demikian dia memulai. Namun menurutnya lagi, sebagai sosiolog, dia tidak saja mengajar di universitas tapi juga melakukan berbagai penelitian di berbagai tempat, termasuk luar negeri. Karen sudah pernah mengunjungi banyak negara untuk tujuan penelitiannya, termasuk dua negara yang justeru disebutnya sebagai sumber inspirasi. Yaitu Pakistan dan Afghanistan.

‘I spent more than 3 years in those countries, and mostly in villages’, katanya. ‘During those three years, I have a lot memories about the people. They are simply amazing’, lanjutnya.

Tidak terasa Karen berbicara di telpon hampir 20 menit. Sementara saya hanya mendengarkan dengan serius dan tanpa menyela sekalipun. Selain karena cara Karen berbicara sangat menarik, informative dan disampaikan dalam bahasa yang jelas, saya menjadi lebih tertarik mendengar. Mungkin karena dia adalah seorang professor, jadi dalam berbicara dia sangat sistimatis dan eloquent.

‘Karen, that is a very interesting story. I am sure what you did experience in Pakistan I did as well. I lived in Pakistan 7 years, and had an opportunity to visit many of those areas you did mention’, kataku.

‘But what did you want to tell me out this story?’, tanyaku lagi

Nampaknya Karena menarik napas, lalu menjawab. Tapi kali ini dengan suara lembut dan agak lamban. ‘Sir, I wanted to know further Islam, the religion of those people. They are sweet people, and I think I have inspired by them in many ways’, katanya.

Tapi karena waktu yang tidak terlalu mengizinkan untuk saya banyak berbicara lewat telpon, saya meminta Karen untuk datang ke Islamic Center keesokan harinya (Sabtu lalu). Diapun menyetujui dan disepakatilah pukul 1:30 siang, persis jam ketika saya mengajar di kelas khusus non Muslim, Islamic Forum for non Muslims.

Keesokan harinya, Sabtu, saya tiba agak telat. Sekitar pukul 12 siang saya tiba, dan pihak security menyampaikan bahwa dari tadi ada seorang wanita menunggu saya. ‘She is the mosque’ (maksudnya di ruang shalat wanita). Saya segera meminta security untuk memanggil wanita tersebut ke kantor untuk menemui saya.

Tak lama kemudian datangnya seorang wanita dengan pakaian ala Asia Selatan (India Pakistan). Sepasang shalwar dan Gamiz, lengkap dengan penutup kepala ala kerudung Benazir Bhutto. ‘Hi, sorry for coming earlier! I can wait at the mosque, if you are still busy with other things’, kata wanita baya umur 40-an tahun itu. Dia jelas Amerika berkulit putih, kemungkinan keturunan Jerman.

‘Not at all, professor! I am free for you’, jawabku sambil tersenyum. ‘Have your seat, but let me go around the school for five minutes’, mintaku untuk sekedar melihat-lihat weekend school program hari itu.

Setelah selesai melihat-lihat beberapa kelas pada hari itu, saya kembali ke kantor. ‘I am sorry Professor!’, sapaku. ‘Please do call me by name, Karen!’, pintanya sambil tersenyum. ‘You know, I like to address people respectfully, and I really did not know how to address you’, kataku. ‘In some countries, people love to be known with their professional title. But I know Americans are not’, lanjutku sambil ketawa kecil.

Kita kemudian hanyut dalam pembicaraan dalam berbagai hal, mulai dari isu hangat tentang kartun Nabi Muhammad SAW di sebuah komedi kartun Amerika, hingga kepada asal usul Karen itu sendiri. ‘I am a Jew by birth. My Parents are Jews, but you know, especially my father, he doesn’t believe in the religion any more’, katanya. Bahkan menurutnya, ayahnya itu seringkali menilai konsep tuhan sebagai sekedar alat repression (menekan) sepanjang sejarah manusia.

Namun menurut Karen, walaupun tidak percaya agama dan mengaku tidak percaya tuhan, ayahnya masih juga merayakan hari-hari besar Yahudi, seperti Hanukkah, Sabbath, dll. ‘These celebrations, as most Jews do, are no more than heritage traditions’, jelasnya. ‘Judaism is think not a religion, in the sense that it is more about culture and family’, sambungnya lagi.

Dalam hatiku saya mengatakan bahwa semua itu bukan baru bagi saya. Sekitar 60 persen atau lebih Yahudi di Amerika Serikat adalah dari kalangan sekte ‘Reform’ (Pembaharu). Mereka ini ternyata telah melakukan reformasi mendasar dalam agama mereka, termasuk dalam hal-hal akidah atau keyakinan. Sekte Reform misalnya sama sekali tidak percaya lagi kepada kehidupan akhirat. Saya masih teringat dalam sebuah diskusi di gereja Marble Collegiate tahun lalu tentang konsep kehidupan. Pembicaranya adalah saya dan seorang Pastor dan Rabbi dari Central Synagogue Manhattan. Ketika kita telah sampai kepada isu hari Akhirat, Rabbi tersebut mengaku tidak percaya.

Tiba-tiba salah seorang hadirin yang juga murid muallaf saya keturunan Rusia berdiri dan bertanya ‘And so, if you don’t believe in the life after death, why you have to go to your synagogue, worship, wearing yarmukka, giving charity, etc.? Why do you think it is necessary to be honest, be helpful to others? And why we have to avoid things we must avoid?’, tanyanya panjang lebar.

Sang Rabbi hanya tersenyum dan menjawab singkat ‘we do all those because that what we have to be and do’.

Mendengar jawaban sang Rabbi, semua hadirin hanya tersenyum, dan bahkan banyak yang tertawa.

Kembali ke Karen, kita kemudian hanyut dalam dialog tentang konsep kebahagiaan. Menurutnya, sebagai seorang sosiolog, dia telah melakukan banyak penelitian dalam berbagai hal yang berkaitan dengan bidangnya. Pernah ke Amerika Latin, Afrika, beberapa negara Eropa, dan juga Asia, termasuk Asia Selatan. ‘But one thing I have to tell, those Pakistanis and Afghanis are simply amazing people’, katanya. ‘What really amazed about them?’ tanyaku.

‘Many, their religiosity and commitment to the religion, among others. But I think the most amazing about them is their strength and enduring in nature in their daily life’, katanya panjang lebar. ‘I am amazed how these people are so strong and looking happy despite the very challenging life that they are in’, jelasnya lagi.

Saya tidak pernah menyangka kalau Karen tiba-tiba meneteskan airmata di tengah-tengah pembicaraan kami. Dia seorang professor yang senior, walau masih belia dalam umur. Tapi juga pengalamannya yang luar biasa, menjadikan saya lebih banyak mendengar. Di tengah-tengah membicarakan ‘kesulitan hidup’ orang-orang Afghanistan dan Pakistan, khususnya di daerah pegunungan-pegunungan, dia meneteskan airmata tapi sambil melemparkan senyum. ‘I am sorry, I am very emotional with this story?’, katanya.

Segera saya ambil kendali. Saya bercerita tentang konsep kebahagiaan menurut ajaran Islam. Bahkan berbicara panjang lebar tentang kehidupan dunia sementara, dan bagaimana Islam mengajarkan kehidupan akhirat itu sendiri. ‘No matter how do you live your life here, it is temporary and unfulfilling. There must be some where, sometime where we will live eternally and all dreams and wishes will be fulfilled’, jelasku. ‘This belief gives us an immense strength and determination to live our lives at fullest, no matter how circumstances may surround that life itself’.

Tanpa terasa adzan Dhuhr dikumandangkan. Saya pun segera berhenti berbicara. Nampaknya Karen paham bahwa ketika adzan didengarkan maka kita seharusnya mendengarkan dan menjawab. Mungkin dia sendiri tidak paham apa yang seharusnya diucapkan, tapi dia tersenyum ketika saya meminta maaf berhenti berbicara.

Setelah adzan saya melanjutkan sedikit, lalu saya tanya kepada Karen. ‘And so, what really makes you calling me the other day?’

‘I want to tell you that my mind constantly remember those people. My memory reminds me about how they happy are, while we Americans with all this fancy life, lacking of happiness..!’, katanya seolah marah.

‘And so what makes you contacting me? I mean why do you have to come and discuss with me?’ pancingku lagi.

Karen merubah posisi duduknya, tapi nampak sangat serius lalu berkata ‘I’ve thought this for long time. But I really don’t know what to do and how to proceed it. I wanted to become a Muslim!’, katanya mantap.

Saya segera menjelaskan bahwa untuk menjadi Muslim itu sebenarnya sangat mudah. Yang susah adalah proses menemukan hidayah. Jadi nampaknya anda sudah melalui prose situ, dan kini sudah menuju kepada jenjang akhir. ‘My question to you is are you really convinced that this is the religion that you believe to be the Truth?’, kataku lagi.

‘Yes, certainly no doubt!’, jawabnya tegas.

Saya segera memanggil salah seorang guru weekend school wanita untuk mengajarkan kepada Karen mengambil wudhu. Ternyata dia sudah bias wudhu dan shalat, hanya belum hafal bacaan-bacaan shalat tersebut.

Selepas shalat Dhuhur, Karen saya tuntun melafalkan ‘Ash-hadu an laa ilaaha illa Allah wa ash-hadu anna Muhammadan Rasul Allah’, dengan penuh khusyu’ dan diikuti pekikan takbir ratusan jama’ah yang hadir.

Hanya doa yang menyertai semoga Karen Henderson dijaga dan dikuatkan dalam iman, tumbuh menjadi pejuang Islam di bidangnya sebagai professor ilmi-ilmu social di salah satu universitas bergengsi di AS. Amin!

New York, 26 April 2010
 _____________________________________________________________________________
Syamsi Ali adalah dai kondang di Amerika Serikat. Kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan, pada 5 Oktober 1967. Menjadi imam masjid Islamic Center, masjid terbesar di New York. Ia juga menjadi imam di Masjid Al-Hikmah, masjid milik komunitas Islam asal Indonesia

Ia pernah tampil sepanggung dengan mantan Presiden AS Bill Clinton, ratu talk show Oprah Winfrey, dan Gubernur Negara Bagian New York George Pataki dalam sebuah acara bertajuk “A Prayer for America”.

Acara ini dihadiri oleh 50 ribu orang dari berbagai ras, warna kulit, dan agama. Syamsi mengutip surat Al-Hujarat ayat 13, tentang asal-usul manusia yang diciptakan Tuhan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Tidak ada yang lebih mulia, kecuali mereka yang bertakwa. Syamsi ingin mengatakan kepada public Amerika bahwa Islam adalah agama yang mengakui persauadaraan manusia.